Kolom Marx Mahin: KELEH BAPAIT HELU — Lebih Baik Pahit Dahulu

Dunia sehari-sehari tempat kita hidup sekarang ini adalah dunia yang tidak sempurna. Di dalamnya terdapat istri yang cerewet, suami yang tidak bertanggungjawab, anak-anak yang badung, mertua yang sok mengatur, ipar yang mata duitan, tetangga yang usil, teman sekerja yang culas, pimpinan yang kejam, birokrasi yang korup, sistem yang curang dan seterusnya, dan seterusnya, dan seterusnya.

Sebab itu jangan terlalu optimis dengan istilah Baru atau Tahun Baru.

Karena itu hanya istilah teknis yang menunjuk pada pergantian penanggalan kalender saja. Isi dari keseharian hidup tetap saja sama yaitu “ketidaksempurnaan”.

Kita bisa kecewa berat, tertekan, depresi bahkan gila saat mengetahui fakta ketidaksempurnaan itu. Apalagi ketika kita tahu bahwa kita tidak mampu berbuat apa-apa untuk memperbaiki atau mengubah ketidaksempurnaan itu.

Kita harus menerima bahwa segala ketidakberesan itu berada di luar diri dan kendali kita. Kalau dunia keseharian itu tidak berubah atau tidak mau berubah, maka kitalah yang harus berubah. Ganti pandangan, pemikiran, konsep atau persepsi kita. Jangan terlalu optimis, juga jangan pesimis, tetapi realistis bahwa ada ketidaksempurnaan di sana dan kita siap kecewa olehnya.

Dalam kearifan Dayak Ngaju, sikap realistis (tidak optimis, tidak pesimis) diungkapkan dengan istilah “Keleh bapait helu” yang secara harfiah berarti “lebih baik pahit dahulu”. Prinsip ini mengajarkan bahwa dunia keseharian kita itu seperti sekeping kue yang terdiri dari dua bagian yaitu pahit dan manis.

Kehidupan yang manis adalah kehidupan yang penuh kemenangan, keberuntungan, keberhasilan atau kesuksesan. Kehidupan pahit adalah kehidupan yang berisi kekecewaan, kekalahan, sial, atau kegagalan.

Kita harus menjumput keping kue kehidupan yang terdiri dua rasa itu secara utuh, tetapi saat memakannya mulailah dari bagian yang paling tidak enak yaitu bagian yang pahit kemudian secara perlahan ke bagian yang manis. Sehingga sepahit-pahit hidup yang dijalani tetap berakhir manis dan penuh pujian syukur.

Ringkasnya “Keleh bapait helu” adalah sikap hati bersedia menerima kehidupan apa adanya dengan segala ketidaksempurnaannya. Kemudian menjalaninya dengan penuh nikmat entah rasanya pahit atau manis. Karena “Hidup bukanlah masalah yang harus diselesaikan, tetapi realitas yang harus dijalani,” begitu kata Kierkegaard.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.