Kolom Muhammad Nurdin: DULU SEBUT SANDI SANTRI, KINI ULAMA (PKS Dibayar Berapa?)

Menyebut Sandiaga Uno sebagai “santri” lalu tak berselang lama dinaikkan lagi kedudukannya sebagai “ulama”, membuat saya terpaksa mengambil satu kesimpulan yang sangat zalim, PKS dibayar berapa untuk ini? Sebagai partai yang selalu menampilkan sisi Islami, meski ketua partainya yang ono doyan korupsi, PKS seharusnya tidak sembarangan mengesahkan “kedudukan” santri dan ulama kepada seseorang yang jelas-jelas tidak dididik untuk itu.

Ini bukanlah blunder! Ini siasat. Siasat yang culas dan kotor. Yang mencoba merampas simbol kebanggaan warga Nahdiyyin dengan santri, pesantren dan kiayinya.

Politik bisa dijalankan sekotor itu tergantung maharnya. Meski harus menginjak-injak kesakralan “santri” dan “ulama”, asal maharnya bagus, dijanjikan beberapa kursi-kursi strategis, semua akan dilakukan.

Hanya orang gila yang berpolitik dengan hanya berharap keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Beberapa kepala daerah yang diciduk KPK pun menjelaskan, bahwa mereka melakukan korupsi salah satunya untuk kepentingan partai.

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, yang biasa dipanggil Syaikh bin Baz, seorang ulama terkemuka Ikhwanul Muslimin, tentu junjungannya ikhwan PKS, ia pernah mengeluarkan pandangannya soal siapa yang bisa disebut ulama.

“… Di sana ada istilah ulama lainnya yaitu bagi orang yang berilmu dalam kesehatan, geografi dan ilmu lainnya yang dibutuhkan manusia. Orang seperti ini memiliki keutamaan tergantung niatan mereka dan manfaat yang mereka berikan pada manusia. Namun sekali lagi, jika istilah ulama itu dimutlakkan dalam Al Qur’an, sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau disebut dalam perkataan ulama syari’at lainnya, maka yang dimaksud adalah ulama yang paham akan Al Qur’an dan hadits Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam…” [Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 23/197]

Junjungannya Hidayat Nurwahid (HNW) pun sangat hati-hati dalam membuat kriteria siapa saja yang disebut ulama berdasarkan Al-Quran dan Sabda Nabi. Lalu, bagaimana HNW bisa semudah itu, segampang itu menyebut orang yang Nahwu Saraf saja gak ngerti sebagai ulama?

Bahkan, Imam Al-Ghazali menambah terang benderang definisi ulama ini:

“…adapun ilmu yang hakiki adalah apa-apa yang dengannya seorang hamba mengetahui Allah(nama dan sifat-Nya), perjumpaan dengan-Nya dan terhalang atau tidak melihat-Nya (di hari kiamat). Ilmu semacam inilah yang dapat mendatangkan khsyah (takut) dan tawadhu’ tanpa ada kesombongan. Allah telah berfirman (yang artinya): “hanyalah yang takut kepada Allah adalah Ulama”.

Adapun selain itu seperti ilmu kedokteran, matematik, bahasa, syair, ilmu nahwu, perdebatan dan sejenisnya. jika seseorang hanya mengkhususkan hal itu maka akan menambah kesombongan dan kemunafikan. Sebanarnya (“ilmu-ilmu” semacam) ini baiknya dikatakan penemuan alias keahlian dunia daripada dikatakan ilmu.”




Karena ilmu itu adalah mengetahui ubudiyah, rububiyah dan cara beribadah yang benar. Secara umum Inilah yang akan melahirkan sifat tawadhu…”

Sangat jelas sekali yang disebut sebagai seorang “ulama” adalah mereka yang mengetahui “ubudiyah” (sikap penghambaan), rububiyah (Ketuhanan) dan cara beribadah yang benar.

Hal yang mendasar seperti ini seharusnya diketahui oleh para petinggi PKS yang sudah tidak diragukan lagi ilmu keagamaannya. Tapi, ini adalah soal politik. Politik yang “terpaksa” menjual bahkan menggadaikan agama untuk memenangkan sebuah “kontestasi dunia”.

Sehingga, perbolehkanlah saya untuk bertanya satu hal, apakah saya amat zalim membuat sebuah kesimpulan, “PKS dibayar berapa/dengan apa untuk ini?”

Saran saya untuk para petinggi PKS. Jangan terlalu mati-matian untuk Gerindra, sampai-sampai bikin strategi recehan, yang rentan diserang habis-habisan.

Coba lihat sana. Minta kursi Wagub DKI sampai-sampai nyebut mantan Wagubnya santri dan ulama. Eh, yang dipilih malah si mantan napi dari partai ono.

Fashabrun jamiil.. Akhi…



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.