Kolom Muhammad Nurdin: KITA BANGSA YANG LUPA KAPAN TERAKHIR KALI TERTAWA

Tak ada yang seserius kita dalam merespon realitas. Mulai dari hal yang paling sensitif semisal agama. Sampai kepada yang remeh temeh, sebut saja sepak bola. Jangan tanya soal Pilkada atau Pilpres. Anda bisa jadi bulan-bulanan para Kampret Yang Durhaka.

Saya tidak mengerti. Apa yang kurang dari kita? Bangsa Indonesia yang kekayaan alam dan budayanya tak ada duanya.

Kalau dibilang kurang piknik, destinasi macam mana lagi yang tidak ada di negeri ini? Pantai, laut, gunung, apa yang gak ada? Kita punya Bali. Kita punya Senggigi, Komodo, Raja Ampat, Bunaken. Yang mungkin tidak kita punya adalah uang untuk ke sana. Akhirnya. Kita cuma bisa ngintip tempat-tempat keren tersebut di internet.

Sebenarnya, kita adalah bangsa yang lupa kapan terakhir kali tertawa. Bahkan menertawakan diri sendiri pun, kita lupa kapan terakhir kali. Ironis. Miris. Kronis. Jadi pengen pipis.

Sesekali saya suka nemenin anak nonton Ipin-Upin. SpongeBob juga. Terdengar geli untuk pria yang sudah berjakun dan mimpi basah. Tapi Ipin-Upin mengajarkan kita bahwa tertawa itu anugerah. Katanya, tertawa obat awet muda. Katanya lagi, beberapa penyakit kronis sembuh dengan banyak tertawa.

Tertawa dianggap membawa energi positif. Penyakit adalah situasi dimana bertumpuknya energi-energi negatif. Energi negatif lahir dari kebencian, cepat marah, permusuhan, tidak mau memaafkan, kerakusan, kecurangan, tidak mau kalah, merasa paling benar dan masih banyak lagi.

Mereka yang bisa ngambekan, cobalah tanya, kapan terakhir kali tertawa? Bagi mereka, tidak ada yang indah dalam hidup ini selama tidak sejalan dalam pemikiran mereka. Ini seperti Kampret yang memandang dunia ini secara terbalik. Ia berteriak, gunung mau terjungkal! Padahal ia tidak sedang berpijak di bumi.

Santai lah sejenak, Pret. Gak perlu lah kau demo di depan warung martabak. Yang kebetulan milik anak presiden. Dia cuma jual martabak, bukan jual APBN. Dia gak pernah berharap 1% pun dari proyek negara. Masa yang kayak gini kau demo, Pret?

Jangan terlalu serius dengan 2019 ganti presiden, Pret. Politik itu dinamis. Kita ribut untuk Pilpres. Padahal dalam Pilkada, tidak ada polarisasi Cebong-Kampret.

Yuk kita ramah dalam berpolitik. Adu program. Adu prestasi. Bukan adu jotos. Adu fitnah. Apalagi adu hoaks. Cuma banci yang bertarung dengan firnah dan hoaks.

Sekali lagi. Banyak-banyaklah menertawakan politik di negeri ini. Dengan satir atau sarkas yang menghibur tapi tetap kritis mengawal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.