Kolom Muhammad Nurdin: MENDAMAIKAN PILPRES DALAM SEMANGKUK BAKSO*

Muhammad NurdinTengah malam tadi, sebuah berita ringan cukup membuat saya tertawa geli. Bagaimana tidak, seorang penjual bakso membuat sebuah terobosan baru dalam kedainya, dengan satu tujuan: Mendinginkan suhu Pilpres yang makin memanas.

“Pertikaian dalam Pilpres saya rukunkan dalam semangkuk bakso,” ujarnya saat diwawancarai.

Sang pemilik yang diketahui bernama Mamang Tse menciptakan satu jenis bakso yang tidak biasa. Sebab, tak lazim dengan fitrat bakso yang cenderung bulat. Ia menamai bakso hasil kreasinya ini dengan bakso “cepret” alias “cebong-kampret”.

Bentuk baksonya pun coba disesuaikan rupa kecebong dan kelelawar (kampret). Sebuah terobasan yang sempat terpikirkan. Dan sialnya, pengunjung bakso cepret tak sedikit. Entah karena rasanya yang enak, atau yang datang merasa terpanggil untuk menyelesaikan panasnya Pilpres dalam semangkuk bakso?

Bagi saya, apa yang dilakukan Mamang Tse ini menarik dan sedikit menginspirasi. Sisanya, ya, lebih banyak jenakanya. Sebab, kita tengah dihadapkan pada situasi dan kondisi yang serba sensitif dan emosional.

Kita lupa kapan terakhir kali tertawa. Lahirnya meme-meme nan jenaka dalam melihat sisi lain politik nasional sedikit memberikan hawa segar nan adem.

Konflik memang keadaan yang diinginkan oleh para politisi nakal. Itulahnya sebabnya, suhu tinggi dalam Pilpres terus dijaga. Sentimen tertentu harus terus dimunculkan untuk menciptakan polaritas yang saling sikut-sikutan.

Siapa yang diuntungkan? Kita? Rakyat kecil? Penikmat BBM subsidi? Penerima kaos partai? Penerima sembako plus amplop tipis yang habis sehari?

Tentu, yang diuntungkan dalam perseturuan Pilpres ini adalah para politisi. Mereka bisa menjadi apapun saat terpilih nanti. Mereka bisa tajir melintir saat menjadi apapun. Sedang kita? Akan tetap menjadi penikmat trans-Jakarta. Penikmat KRL yang suka pura-pura tidur kalau ada emak-emak gendong anak.

Kita tak menjadi apapun meski telah habis-habisan mendukung calon tertentu. Bahkan nahasnya, kita bisa menjadi sampah yang ditinggalkan begitu saja.

Coba saksikan. Beberapa ibu-ibu door-to-door melakukan kampanye hitam terhadap satu pasangan calon. Tak lama setelahnya, video mereka viral. Tak butuh waktu lama polisi untuk menciduknya. Dan tak lama pula mereka ditinggalkan oleh semuanya.

Tidak ada “perang badar” dalam Pilpres ini. Tak perlu spirit jihad masuk ke dalam dimensi politik yang memang kenyataannya kotor ini. Apakah Nabi Muhammad saw menghalalkan fitnah dalam kondisi tertentu?

https://www.youtube.com/watch?v=ZYYCiy-EiDI

Justru, Baginda Nabi menyuruh kita untuk senantiasa menjadi tali silaturahmi kepada siapapun. Jangan hanya gara-gara Pilpres hubungan tersebut kandas.

* Tulisan ini telah dimuat di IslamRahmah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.