Kolom Nisa Alwis: CATATAN KAKI KAMBING

Ini tentang mobil sedan warna merah punya Bapak, merek Honda. Honda itu tulisannya sama saja, di Arab pun tetap Honda. Sama seperti juga di Indonesia. Dibacanya pun sama Honda. Tidak tahu kalau di Afrika. Saya belum ke sana. Seperti mobil lainnya yang kebetulan sama, mobil ini pun sama. Ban empat, pintu empat. Bagasi di belakang, kap mesin di depan.

Lampu, wiper, dan sebagainya, sama. Aku tidak perlu cerita lebih detil lagi spesifikasinya, karena mobil ini bukan untuk dijual. Okey.

Kabar hebatnya, yang membuat beda adalah: Pertama, mobil Bapak tidak punya garasi. Karena apartemen kontrakan kami memang tidak mengontrakkan garasi. Jadi si merah parkirnya di pinggir jalan. Hanya ditutup cover saja. Jika panas dia kepanasan jika dingin dia kedinginan, tergantung musim.

Ke dua, letak kemudinya berada di kiri. Sangat hebat bukan nyetir mobil di kiri? Seperti di Amerika, walaupun aku belum ke sana. Tapi kalau makan dan minum Bapak tetap pakai tangan kanan. Nah penting juga diingat, walau setir mobilnya di kiri Bapak tetap berdoa sebelum menjalankannya.




Bagaimana caranya Bapak bisa punya mobil? Tidak tepat jika kau bertanya seperti itu padaku. Aku anak kecil belum faham masalah jual beli. Apalagi hukum tata cara bermuamalah di negera Kerajaan Saudi Arabia. Bahkan aku tidak tahu kalau mahluk merah yang ketika kunci dimasukan pada lubang di bawah kemudi lalu diputar, itu akan mengeluarkan suara ckes kes kesss… Aku hanya tahu barang itu bernama mobil. Jadi kita tidak perlu membahas cara Bapak mendapatkan mobil.

Paling hanya perkiraan saja. Aku dapat mengira Bapak saat itu membelinya di tempat mobil bekas. Atau itu pinjaman dari bang Kodir orang Arab yang baik hati. Atau bisa jadi Bapak diam-diam pernah beli susu dan mendapat hadiah mobil? Bisa jadi, kan? Walaupun tidak punya uang, tiada yang mustahil bagi Alloh SWT.

Aku ceritakan yang nyata saja. Suatu hari di tahun 84, hujan es mengguyur kota. Banyak mobil pecah kaca-kacanya. Juga lampu-lampu yang indah menuju Masjid Nabawi. Berapa banyak yang pecah dan hancur? Tidak sempat aku mencari datanya. Yang jelas ada korban. Termasuk kambing-kambing ternak dan seorang peternaknya ikut wafat.

Berita itu ada di koran, dan Bapak membacakannya untukku. Kami aman, di rumah saja. Menatap si merah dari jendela lantai dua. Untungnya dia pun aman. Tertutup cover setianya.

Bapak rajin mencuci mobil. Apalagi di sana banyak debu. Aku juga sering ikut ke acara itu. Mahasiswa dan anak TK bisa bergabung di arena cuci mobil. Bukan dicucikan, yah. Ini acara mencuci mobil masing-masing. Kadang aku melihat saja Bapak menggosok mobilnya dari atas ke bawah, dari ujung ke ujung. Sambil aku mendoakan semoga semua cepat beres. Kadang aku juga ikut membantu. Melakukan tugas yang sulit bagi orang dewasa; meniup-niup embun di kaca. Paling senang kalau komandan menyuruhku menyiram. Basah-basahan. Kamu juga senang, kan?!

Mobil sudah kinclong, rencana hari itu kami akan pergi. Aku lupa tujuannya. Kami sedang bersiap-siap menggunakan pakaian yang baik. Tapi dari jendela aku menyaksikan kehebohan.

“Lihat itu!” aku berteriak.

Bapak melongok juga, dan dengan kaos singlet yang baru dipasangnya ia sontak berlari ke bawah. Tentu sudah pakai celana yah.

Tahukah kamu, Bapak mau apa? Menemui pasukan domba. Iya, mereka jenis kambing gibas. Bergerombol datang begitu saja. Bukan cuma numpang lewat tetapi juga lompat menginjak-injak mobil yang baru saja dirawat. Wedus! Jejaknya bercampur kotoran membuat si merah bau dan belepotan. Aku ikut turun beradu pandang sama Bapak dan tertawa campur geram. Acara pergi diganti jadi cuci-cuci lagi.




Pada hari-hari akhir kami tinggal di sana, akhirnya aku diajak berdiskusi juga oleh Bapak. Ia berbicara padaku dan ibuku agar berbenah untuk mudik. Aku ingat ayahku setengah berkelakar, setengah bertanya. Lalu setengah pertanyaan itu juga sudah ia jawab sendiri setengahnya. Bagiku ini ide bagus; ingin membawa serta mobil kesayangan pulang, ke kampung halaman di Pandeglang.

Aku sih senang. Tapi Bapak beralasan kemudi sebelah kiri akan bermasalah jika dibawa ke tempat yang menganut paham kemudi kanan. Kendala kedua ongkosnya mahal. Mendengar pernyataan serba setengah itu, aku melengkapi keyakinan sebaiknya Honda diajak mudik saja. Biar bisa bawa serta kakak-kakakku naik, kita pergi ke Jakarta keliling kota.

Setelah berada di kampung, aku teringat lagi mobil kami. Andaikan dia ada di sini, itu mustahil. Truk yang tinggi besar saja bisa terjebak mogok di lumpur, apalagi sedan.

Dia itu patuh dan banyak jasanya, sudah seperti anggota keluarga. Ia telah membawa hadiah susu 3 kardus, membawa barang-barang saat pindahan rumah. Mengantar Bapak kuliah, membawa aku sekolah. Semua dikemudikan Bapak, si Honda menuruti saja. Mengangkut kami bertamasya di taman kota, menjemput saudara-saudaraku yang sedang berhaji, dan segudang catatan amal kebaikan lain telah dikerjakannya.

Nasibnya kemudian tidak aku ketahui. Entah dijual, dihibahkan atau jadi kandang kambing. Mungkin saja. Catatan kakinya adalah:

*Tahun 1980-an, warga sekitar Madinah banyak yang memiliki binatang ternak yang dikelola secara tradisional. Hanya memagar tanah tanpa memberi atap. Bahkan sebagian membiarkan hewan seperti kambing bebas berkeliaran di lingkungan warga. Dan kebetulan yang aku lihat itu kambing. Onta, sapi, sapi betina dan mahluk ternak lainnya tidak pernah lewat.

*Kambingnya jenis gibas, besar dan berbulu lebat. Berbau sedap, bagi yang suka. Bagi yang tidak suka jangan mendekat, muntah kamu. Jika membeli tv, radio, kulkas, dan barang lain yang dibungkus kardus, jangan tunda kelamaan di luar rumah. Barangnya awet, kardusnya raib. Kambing di sana memakan kardus. Dan itu bukan pelanggaran. Tidak bisa menuntut potong tangan dan kaki kambing karena pencurian.

*Mengingat tidak adanya rumput, kambing-kambing yang dilepas peternak sering nongkrong di tempat sampah. Di tempat itu banyak sampah kertas, kardus, sayur, buah sisa manusia. Bersama kucing, anjing, tikus, lalat dan mahluk lainnya, mereka sering ngobrol di tempat itu. Aktivitas semua mahluk itu dapat dinikmati dari jendela rumah kontrakan Bapak yang kedua. Semua itu merupakan kekuasaan Allah SWT, bagi orang-orang yang berfikir.










Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.