Kolom Nisa Alwis: JIHAD FI SABILILLAH UNTUK SIAPA?

Untuk bapak ibu tani yang berpeluh terbakar kulitnya di bawah panas mentari. Untuk para buruh bangunan yang tabah dan gagah berani hingga lantai tinggi menata satu per satu bata. Untuk para guru yang tak jemu dan selalu berbesar hati menghadapi segala rupa kondisi muridnya.

Untuk para pelajar yang mau tak mau dicecar dengan soal-soal baru dan harus lulus di ujian kenaikan. Untuk para pegawai yang rela bergegas agar tepat waktu duduk atau berdiri menjalankan tugas sehari-hari.

Untuk para profesional yang mendedikasi hampir seluruh waktu dan pikirannya berkarya dan bekerja agar target program tercipta. Untuk para seniman, budayawan, yang mencurahkan gagasan dan ketekunan mengolah cita rasa dan karsa agar harmoni kehidupan ini lestari. Untuk para ibu rumah tangga dengan tugas domestik yang tak ada habisnya.







Untuk para pencari rejeki di mana saja, yang menapaki langkah demi langkahnya sendiri demi hidup yang seimbang. Untuk yang sehat penuh gairah, bisa bercengkrama atau sedang lesu merenungi dirinya. Untuk yang sakit dan penuh harap bisa cepat kembali segar lagi.

Untuk semua! Kita semua yang sedang mengisi hidup ini dengan jihad masing-masing. Kita semua yang taat, menghindari berbuat curang dan jahat. Jihad artinya perjuangan.

Sesungguhnya, kata kyai, jihad terbesar adalah melawan nafsu amarah, nafsu syahwah, nafsu lawwamah (kebinatangan). Jihad adalah terus-menerus internalisasi diri, menjaga akhlak mulia.

Untuk yg suka ikut #demoJihad, jihad bukan monopoli bagi yang turun berdemonstrasi. Demo adalah gerakan massa, motifnya bisa apa saja. Jika ditunggangi politik adu domba, mudah sekali psikologi massa dibakar teriakan kebencian. Seringkali dalam demonstrasi, Takbir bukan lagi pujian pada kebesaran Tuhan, tapi jadi ekspresi frustrasi dan kemarahan. Kasian Tuhan.

Berjihad secara nyata sekarang eranya beda. Manusia modern beda dari seratus atau seribu tahun lalu saat teori gravitasi dan listrik belum dikenali. Di masa lalu termasuk jaman jahiliyah karakter dasar homo homini lupus masih liar. Bayi perempuan dikubur hidup-hidup, bu.

Lalu, ajaran para nabi dan filsafat serta perkembangan ilmu pengetahuan membuat manusia makin sadar, kita mahluk bermoral dan cerdas. Bisa membuat peraturan dan kesepakatan hukum yang mengikat. Buat apa liar dan berperang; kalah jadi abu menang jadi arang. Begitu kira-kira. Walau ada yang culas juga. Biarlah hukum akan bicara.

Jadi, agama ada bukan untuk agama. Agama ialah jalan, bukan tujuan. Ia adalah nasehat untuk pemeluknya, untuk manusia. Agar penuh nuraninya dengan empati, penuh pula nalarnya dengan sinaran ilmu. Apa yang dicari dalam hidup jika bukan rasa aman, damai, penuh welas asih, bisa bekerja agar hidup sejahtera?

Dan, turut membantu kesejahteraan orang lain, jika bisa. Itulah nilai-nilai ibadah. Damai di dunia, akhirat turut serta.

#selamatberjihad








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.