Kolom Seriulina Karosekali: NASIB SUMUT KITA

Betapa kuatpun aku menahan, akhirnya air mataku menetes tanpa kusadari. Sampai-sampai teman sekerja menertawakan aku. Malu, tapi mau gimana lagi, harapanku untuk perubahan Sumatera Utara seakan tidak akan terjadi. Ketika Ahok kalah, aku juga sedih, karena aku suka karakternya berani, jujur, tegas, perduli walaupun terkadang dia tidak dapat mengontrol emosinya.

Tapi, saat itu aku tidak sampai meneteskan air mata.

Namun, ketika Djoss Paslon Cagub Cawagub No 2 kalah melalui quick count dari berbagai lembaga survei, sedih rasanya hati ini. Tanpa kusadari air mata menetes di balik kaca mata. Bukan karena Pak Djarot kalah, tapi sedih akan nasib Sumut nantinya.

“Apakah yang diinginkan warga Sumut sebenarnya,” jeritku dalam hati.

Apakah mungkin hanya karena Cawagub non muslim? Aku jadi teringat kata-kata almarhum bapak saat aku masih anak-anak. Walaupun ada orang paling hebat sesumut ini, jika dia non muslim, dia akan susah menjadi Sumut 1 atau menjadi pejabat yang berpengaruh di Sumut. Apakah sekarang masih begitu?

Anda semua yang menilai. Dengan terpilihnya Sumut 1 dan 2 ini, mungkinkah Sumut dapat bersih dari korupsi? Mungkinkah Sumut lepas dari bayang-bayang koruptor? Mungkinkah Sumut terlepas dari slogan “Semua Urusan Memakai Uang Tunai”? Mungkinkah masyarakat Sumut punya nyali menyampaikan keluh kesah? Mungkinkah masyarakat bawah berani membela dan mempertahankan hak-haknya?Mungkinkah masyarakat biasa ataupun pengusaha yang bukan anggota sebuah partai atau tidak punya koneksi ke orang pemerintahan yang baru, punya kesempatan walaupun dia punya kemampuan dan kwalitas dalam setiap proyek pemerintah?




Akankah ada transparansi dan masyarakat umum bisa tahu tentang semua yang harusnya mereka ketahui? Akankah ada keadilan dalam hukum bagi masyarakat biasa? Keadilan buat kaum minoritas dan masyarakat miskin serta banyak lagi kekhawatiran yang lain.

Mungkin aku terlalu berlebihan,tapi inilah yang ada dalam pikiranku. Tentang Sumut kita ini, yang sekian lama menunggu perubahan, tapi sampai saat ini masih menjadi provinsi yang semerawut; baik pembangunan kota, desa, infrstruktur, birokrasi, SDM. Provinsi nomor 2 terkorup, masuk kategori masyarakatnya tidak bahagia.

Banyak jalan di Kabupaten Karo dengan kondisi seperti ini.

Ketika Pak Djarot ikut mencalonkan diri jadi Cagub Sumut, hati ini optimis, Sumut dapat berubah. Selain dari program yang ditawarkan, beliau bersih dari korupsi dan bertekad memberantas korupsi serta sudah terbukti beliau merakyat. Masalah program lain tidak terlalu menjadi perhatianku. Karena, menurutku, hal pertama yang harus dilakukan dalam pemerintahan Kota Medan ini adalah bebas dari korupsi.

Kalau korupsi telah bisa diredam, maka program yang lain akan mudah untuk merealisasikannya. Keyakinanku kepada Pak Djarot semakin besar karena beliau juga menjadikan Pak Jokowi sebagai panutannya dan juga Ahok adalah sahabat yang pernah bekerjasama dengannya. Beliau-beliau ini adalah orang yang berkarakter dan sudah memperlihatkan contoh bagaimana menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, memberikan rasa nyaman kepada masyarakat bawah, dengan memberi mereka kesempatan untuk menyampaikan keluh kesah rakyatnya, ataupun hanya sekedar berinteraksi.

Menurut saya, seorang bawahan akan belajar banyak dari atasan dan sahabat-sahabatnya. Bawahan akan memperlihatkan bagaimana atasannya. Tapi, ya, sudahlah. Hanya dapat berharap buat Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara yang terpilih untuk benar-benar bekerja buat kemajuan daerah ini. Demikian juga dengan kesejahteraan serta kebahagiaan seluruh rakyatnya, bukan kesejahteraan suatu golongan atau suatu partai saja.

Sumut selalu di hati.







Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.