Kolom Soibah E. Sari: SIKAP

Ketika mereka-mereka bertanya kenapa aku berani buka-pasang jilbab.

Teman: “Kamu berani amat jilbaban ke tempat kerja doang? Nggak takut diomongin orang?”

Aku: “Berani dong. Ngapain takut sama omongan orang? Toh waktu aku kelaparan mereka nggak ngasih makan. Ketika aku ditagih hutang motor mereka nggak bantu nyicil.

Ketika listrikku bunyi tiiiit…tiiiittt mereka kesal doang dengarnya.

Nggak bantu isiin kok. Ketika berasku habis aku beli sendiri. Ketika gasku habis aku beli sendiri. Ketika uangku menipis di dompet, sementara hari gajian masih lama aku yang pikirin sendiri kok. Jadi kontribusi mereka di hidupku apa?”

Aku tidak terikat sama mereka. Aku bebas mau ngapain karena hidupku, milikku!

* * * *

Saudara 1: “Tutup kepalamu itu! Itu kewajiban muslim. Kami wajib mengingatkan, karena banyak yang akan terlibat ke neraka jika kamu tidak menutup kepalamu.”

Aku: Demi menghormati saudara tersebut aku memilih diam. Mengingat usianya yang seumuran almarhum Ayahku. Aku tidak perlu menjawabnya. Aku juga tidak perlu menjawab ucapannya. Aku juga tidak perlu mendengar ucapannya itu. Karena aku tidak mengikat hidupku di tangannya.

Ketika bertemu di lain hari, dan dia kembali mengulang ucapannya itu, aku tetap bersikap sama, namun aku memilih untuk menjauh darinya. Case closed.

* * * *

Saudara 2: “Tutuplah kepalamu itu. Kita kan muslim, wajib menutup kepala. Kata guru ngaji aku bla…bla…bla… (ngeluarin ayat-ayat)

Aku: Karena kami seusia aku cuma menaruh kedua tanganku di kuping dan membalas ucapannya, “Maaf. Guru dan pemahaman kita beda.

“Kalau dia ngeyel?-Aku stop menemuinya-Aku blokir WAnya. Aku unfriend di FB.

* * * *

Saudara 3: “Kalian tuh harus pakai jilbab. Karena kalian yang akan membawa ayah kalian ke neraka dan adik kalian juga kalo kalian tidak menutup aurat. Bilangin ke Ibu kalian juga. Kasihan ayahmu!”

Aku: Aku tidak akan menjawabnya saat itu, karena dia ngomongnya waktu video call dengan anak-anakku. Aku masih punya perasaan/ menghargai, meskipun dia sama sekali tidak menghargaiku karena dia mendikteku.

Tetapi, sesudah itu, aku langsung blokir WAnya melalui HPku, HP anakku dan HP suamiku juga. Aku akan menutup akses agar dia tidak usah menghubungi kami lagi.

* * * *

Tetangga: “Bu, rambut termasuk aurat lho. Ditutup atuh biar kecantikan ibu bertambah.”

Aku: Tidak perlu dijawab. Tapi coret dari daftar kenalan. Loe, gue, end!

* * * *

Kenalan: “Kita semua udah jilbaban. Tinggal kamu Say. Kapan hidayah datang ke kamu?”

Aku: Tidak perlu jawab. Cukup tersenyum. Tetapi langsung blokir dan blacklist dari daftar orang yang ingin aku kenal. Sesimpel itu. Aku tidak akan berpikir panjang bagi siapapun yang berniat memaksakan jilbab padaku.

Mau kata mereka masuk neraka kek, dosa besar kek, apa kek, kakek kek, nenek kek, aku tidak perlu menerima ucapan mereka itu. Karena diriku ini milikku sendiri. Kesehatanku, dan kecantikanku murni tanggung jawabku. Mereka bukan siapa-siapa yang harus kudengarkan ucapannya. Karena aku merdeka!

Aku bisa menahan diri untuk tidak memblokir siapapun itu yang sudah mengusikku. Baik di FB atau di WA dalam hal apapun kecuali dia memaksakan kehendaknya dalam berjilbab. Jika itu terjadi maka tanpa tedeng aling-aling langsung BLOKIRRRRR!!! Bye…!!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.