Kolom Telah Purba: TUHAN, SINABUNG, TANAH KARO dan KALAK KARO

 

Masihkah berhak orang Karo hidup dalam kedamaian di Taneh Karo? Tulisan ini saya harapkan bisa mengetuk hati kita semua yang merasa bangga sebagai pemilik Taneh Karo Simalem, baik yang tinggal di dalam maupun di luar Kabupaten Karo.

Akhir-akhir ini, amat banyak orang yang hidup dalam suasana ketakutan, seringnya terjadi gempa dan ditambah dengan sapaan akrab dari Gunung Sinabung dengan erupsinya yang tiada henti. Banyak sudah doa yang dikumandangkan dan dipanjatkan, baik dari dalam gereja maupun masjid. Kegiatan keagamaan yang berlangsung di Taneh Karo pun tak lupa mendoakan. Namun, keseluruhan doa itu masih tertahan di awan atau bahkan di langit yang terhampar dari langit pertama sampai ke tujuh.

Tentu saja sangat terasa aneh jika dari sekian banyak doa itu tak ada yang dikabulkan oleh Tuhan. Lantas, sebagai orang berakal kita harus berfikir dan mencari jawabannya. Kenapa kiranya Tuhan sampai hari ini belum mengabulkan doa itu?

Perlu dan sangat penting kita ingat bahwa, yang lebih dahulu menjadi panutan atau tata cara dalam berinteraksi dengan alam adalah cara leluhur kita orang Karo. Leluhur kita semua, yang sudah pernah hidup di alam Taneh Karo, dahulunya amat dan sangat teramat santun kepada alam dan seisinya.
Adat kesopanan sangat diutamakan di mana pun mereka berada, sehingga ular berbisa sampai harimau pemangsa tidak pernah mau mengganggu orang Karo.

Dahulu, ketika mereka ingin mencari rezeki ke hutan belantara atau bahkan sekedar untuk mencari kayu bakar, mereka tidak pernah khawatir. Apakah keistimewaan mereka?

Sebenarnya, tidaklah ada yang istimewa, karena mereka hanya melaksanakan kebiasaan leluhur mereka yang sebelumnya. Contohnya, “Ercibal Belo” alias meletakkan sirih berikut gambir dan kapur serta rokok dan korek api. Cara meletakkan sirih atau pun rokok itu punya kode etik tersendiri.

Mereka harus dengan hormat dan takzim, sambil memohon perlindungan kepada para penguasa hutan. Kok kepada penguasa hutan? Bukankah Tuhan Maha Kuasa?

Sebagai insan beriman, sebenarnya banyak hal yang perlu kita ketahui dan kita fikirkan. Bahwa sebelum manusia diturunkan dan berkembang biak di muka bumi ini, sudah ada penunggu dan penguasa tempat tertentu di muka bumi.

Dalam tulisan ini, saya membicarakan Gunung Sinabung. Maka sebenarnya sejak dahulu penunggu Sinabung itu amat dihormati dan ditakuti oleh leluhur kita orang Karo. Namun seiring berjalannya waktu dan semakin banyak pemeluk agama di tengah masyarakat kita, maka hal prinsip yang sudah pernah menjadi kebiasaan leluhur kita terkikis perlahan dan sang penjaga dan Penguasa Gunung Sinabung terlupakan.

Kita bahkan tak mau melihat dan memahami bahwa keberadaan sang Penguasa Gunung atau sering saya panggil “Nenek” adalah atas ketentuan dan kehendak Tuhan. Manusia banyak yang bertindak keterlaluan. Kenapa? Bagi sebagian besar orang yang sudah punya agama merasa bahwa agama yang mereka anut bisa menjamin mereka masuk surga. Betulkah demikian?

Di dalam tulisan ini saya tekankan bahwa jaminan surga itu bukanlah milik orang yang beragama. Namun surga adalah milik orang baik dan tentunya baik dalam hal sesuai perintah Tuhannya yang sudah pernah mereka dengar.

Karena soal baik tidak baik nya seseorang bukan dilihat dari seringnya mereka ke Masjid, Kuil ataupun Gereja. Namun, banyaknya dia menolong sesama manusia. Tentunya kita harus bertanya kenapa alam masih marah karena masih adanya gempa dan erupsi?

Ada 2 hal yang sudah saya bicarakan di pembuka tulisan ini, yakni tata krama kepada sang penunggu alam dan menolong sesama manusia. Apakah anda sudah baik di dalam 2 hal tersebut? Mari tanya hati anda dan jawab sendiri. Berikutnya, kita harus membicarakan soal kejujuran hati kita masing-masing. Jujurkah kita dalam menyikapi kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Karo? Saya jawab langsung, TIDAK.




Fakta nyata yang ada dan tak akan pernah bisa dibantah, bahwasanya kedudukan Wakil Bupati Karo yang tidak pernah mendaftarkan diri di KPU Kabupaten Karo adalah permainan kotor dan perbuatan pembodohan masyarakat. Walaupun dengan berjuta-juta alasan yang dibuat-buat.

Saya cuma bisa mengingatkan, kita semua bisa saja di bodoh-bodohi oleh mereka yang terlibat di dalam permainan politik busuk itu. Namun, Tuhan beserta para malaikatnya di tambah Nenek penghuni Sinabung, tahu dan sangat tahu apa yang kalian lakukan.

Sekarang, kita coba melihat point nomor 2 yaitu tentang menolong sesama umat manusia. Lihatlah dunia. Betapa sengsaranya saudara kami yang ada di pengungsian, ada 9 tempat penampungan yang tidak layak untuk ditinggali tapi mereka terpaksa tinggal di sana karena mereka tidak bisa memilih. Sudah bijaksanakah penguasa Taneh Karo? Saya jawab TIDAK dan malah sangat tidak bijaksana alias TAK MAMPU.

Jadi wajar saja jika Tuhan yang kita sembah masih akan menelantarkan dan tidak menghiraukan seluruh doa umat manusia, jika pengungsi korban erupsi Sinabung masih ditelantarkan. Bahkan seluruh penjaga gaib alam Taneh Karo ini akan marah-marah dan meminta nyawa kalian wahai pejabat terkait.

Camkan dan renungkanlah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.