Kongres Kelompok Tani Hutan Besitang

SALMEN SEMBIRING. BESITANG (Langkat, Sumut) — 12 kelompok tani hutan di Desa PIR ADB Besitang (Kabupaten Langkat) berhasil menggelar kongres kemarin [Kamis 22/2]. Kongres berlangsung di bekas areal perambahan Blok Hutan Sekoci, Taman Nasional Gunung Leuser.

Acara dihadiri oleh ribuan peserta yang terdiri dari angota kelompok tani, warga sekitar, keluarga Kesultanan Langkat, LSM, dan pejabat pemerintahan.







Dimulai Pukul 10.00 WIB setelah dibuka oleh Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Hasan Sitepu yang merupakan panitia dan sekaligus salah seorang ketua kelompok tani hutan dalam sambutannya berharap kongres ini  mencadi momentum penyelesaian konflik tenurial di Sekoci.

Sejalan dengan itu, Sultan Langkat (Azwar Abdul Rahmadsyah Al Hajj) menyambut baik adanya acara tersebut. Ia menyatakan, kasus Sekoci telah berlangsung sekitar 20 tahun dan belum ada titik cerah. Dengan hadirnya berbagai pihak pada kongres ini ia berharap adanya titik temu penyelesaian konflik lahan. Pada dasarnya, menurut Sultan, kesultanan selalu berpihak kepada rakyat. Namun demikian keberpihakan juga memperhatikan peraturan yang berlaku.

“Tidak zamannya lagi penyelesaian konflik dengan kekerasan, lebih baik dengan musyawarah. Kita tidak perlu meniru Arab dan Irael yang memang tersurat untuk terus bertikai, sedang kita tidak ada tersurat untuk berperang jadi tidak perlu ditiru,” tandasnya.

Beliau juga sangat mengapresiasi deklarasi di acara itu untuk mencapai kesepakatan demi anak cucu. Ia juga mengaku sempat dilarang menghadiri acara kongres oleh oknum tertentu namun ia tidak menghiraukan larangannya.

“Tujuan kita untuk bertemu dan saling mendengar kog dilarang. Inilah kelemahan kita. Belum bicara saja sudah menyatakan tidak setuju,” tandasnya.




Sultan Langkat sangat menyayangkan adanya geran datuk di Kesultanan Langkat. Ia menyatakan dengan tegas bahwa itu hanya pembodohan oleh oknum tertentu kepada masyarakat. Pada dasarnya Kerapatan Adat Kesultanan Langkat akan selalu mengutamakan masyarakat tanpa mengabaikan aturan. Ia juga menyatakan perlunya pendekatan adat dalam penyelesaian permasalahan lahan di Langkat.

Bupati Langkat yang diwakili asisten bidang pemerintahan (Abdul Karim MAP) menyampaikan sambutan bupati tentang perlunya penanganan yang bersifat win win solution. Pemkab Langkat mengharapkan kepentingan bangsa harus diletakkan di atas kepentingan siapapun. Sebaliknya, kehidupan masyarakat juga harus dipertimbangkan secara kemanusiaan. Ia berharap, dengan kondusifnya kongres petani hutan konservasi ini berlangsung, pasti akan ada cara baru dalam penjagaan kawasan TNGL dengan regulasi yang baru.

Pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) mengapresiasi proaktif petani daerah penyangga hutan dalam penyelenggaran kongres. Hal tersebut seperti yang diungkapkan kepala Besar TNGL (Ir. Misran MM): “Kawasan TNGL memiliki potensi mulai dari kekayaan keanekaragaman hayati sampai energi yang perlu dijaga kelestariannya, namun juga adanya tantangan yang tidak sedikit.”

Ia berharap dengan terselenggaranya kongres menjadi soulsi penanganan permasalahan melalui kemitraan konservasi.




Di kongres ini dilangsungkan acara tanya jawab anggota kelompok tani hutan dengan Dirjen KSDAE (Wiratno) dan staf Kementerin LHK lainnya. Wiratno mengajak seluruh peserta bersujud sebagai simbol permohonan maaf kepada alam dan Tuhan. Dia mengakui penanganan masa lampau memiliki banyak kekurangan dan meminta maaf atas hal tersebut.

Tanya jawab berlangsung alot dengan dibantu oleh staf Kementerian LHK. Di tengah acara dilakukan penandatanganan MoU antara pihak TNGL dengan pemerintah daerah dan melakukan pelepasan burung sebagai simbol kesepakatan. Acara diakhiri dengan penyerahan bibit secara simbolis kepada kelompok tani dan penanaman pohon di sekitar areal kongres.









Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.