Kolom M.U. Ginting: LANJUTAN SEJARAH

“Masih banyak kejadian lainnya yang menjelaskan kepada kita ada aktor intelektual di balik kerusuhan 22 Mei kemarin, Aktor biadab yang menginginkan Indonesia hancur lebur seperti Syria, Lybia, Mesir dan negara-negara di Timur Tengah lainnya yang porak-poranda karena perang saudara. Di benak kita pasti muncul pertanyaan besar, siapa aktor biadap tersebut?” (Kolom Sanji Ono)


Bisa dikatakan meyakinkan, memang, penjelasan dan penemuan aparat keamanan (kepolisian) bahwa dengan fakta-fakta yang sudah ditemukan pastilah ‘dalang intelektual’nya juga akan terbongkar dan ditemukan.

Kalau kita lihat logikanya, kerusuhan sepertinya dicetuskan atas dasar ‘permusuhan’ antara pendukung Capres 01 kontra pendukung Capres 02.

Maka logikanya juga yang satu di bawah Capres 01 (Jokowi/ Ma’ruf) kontra satunya di bawah pimpinan Capres 02 (Prabowo/ Sandi). Kerusuhan serta teror ganas pembakaran dan timbulnya kematian 8 orang yang terjadi pagi hari dini 22 Mei di Petamburan jelas bukan dari pihak 01, tetapi logisnya 02, karena selama pertarungan ini tidak ada golongan ke 3. Karena itu, yang bertanggungjawab kerusuhan dan teror ganas 22 Mei itu haruslah juga pimpinan 02.

Tidak ada golongan ke 3 apalagi struktur pimpinan ke 3 selama konflik Pilpres, tidak pernah ada selama itu. Yang selalu berkaok bergairah dan lancang menuduh kecurangan 01 secara sistematis, tersetruktur dan massif, ditambah lagi dengan ‘peoples power’ ialah pimpinan 02 bukan ‘golongan ke 3’ yang tidak ada atau belum ada.

Tetapi, sampai sekarang belum ada pengakuan langsung dari pimpinan 02 kalau massa teror bringas itu adalah massa mereka ataupun pengakuan tegas sebaliknya kalau massa bringas itu bukan massa mereka (02).

Diteliti secara teori dan praktek selama proses Pemilu sampai malam/ subuh pagi 22 Mei, hanya ada dua golongan yaitu pendukung 01 dan pendukung 02. Dan logikanya 02 Prabowolah yang bertanggung jawab dalam soal teror ganas yang bikin kematian itu.

Persoalannya apakah Prabowo mengakui, atau nantinya pengadilan bisa membuktikan bahwa Prabowo atau 02 lah yang bertanggungjawab dalam perpecahan atau ‘divide et impera’ kali ini, karena tidak ada golongan ke 3. Inilah satu seginya.

Dari segi lain atau sudut pandang lain, kalau kita bandingkan dengan ‘divide et impera’, teror dan pembunuhan massal 1965. Siapa dalangnya?
Dalangnya ialah pengadu domba antara komunis kontra anti-komunis. Siapa yang komunis?

Pencipta komunisme ialah Marx, dan Marx disewa oleh bankir rentenir internasional (bank kartel) untuk mengarang komunisme yang sekarang sudah diketahui adalah hoax terbesar dalam sejarah kemanusiaan. Hoax komunisme ini sudah berhasil mengorbankan ratusan juta jiwa manusia termasuk 3 juta di Indonesia 1965 (angka ini menurut pengakuan panglima operasinya Sarwo Edhie – Wikipedia).

Ini bisa terjadi karena brain wash dan mind control pakai hoax komunisme yang telah berhasil membelah manusia dunia jadi dua bagian yang saling bermusuhan dan dengan suka rela saling bunuh. Selebihnya hanya tinggal mempersenjatainya saja bagi tuan-tuan ahli pemerakarsa hoax komunisme ini.

Kedua golongan sudah siap dengan suka rela saling bunuh, saling menghabisi sampai ke akar-akarnya! Wow, bicara soal brain wash dan mind control! Masih adakah sekarang yang terkena hoax saling bunuh ini?

Pada hal manusia adalah makhluk terpandai diantara semua makhluk karena punya struktur otak yang lain dari binatang. Kalau ayam tidak heran bisa diadu domba, dipersenjatai dengan taji pisau di kedua kakinya. Ayamnya senang ! (?). Tetapi manusia kok bisa dibrain-wash jadi ayam laga sampai rela bunuh-bunuhan. Habis-habisan pertaruhkan nyawa dan rela mengorbankan jiwanya jadi martir atau pahlawan, karena mau memperjuangkan komunisme atau dari pihak satunya mau menghabisi komunisme dan komunisnya.

Di mana kuncinya?

Otaknya? Kesadarannya? Pengetahuannya? Artinya ialah bahwa otak manusia pembikin brain wash dan mind control itu jauh lebih ‘encer’ dari otak Aidit, Soekarno, Soeharto, Prabowo, Amien Rais, Rizieq, massa pendemo bringas 22 Mei dst, dan tentu juga rakyat-rakyat negeri-negeri dunia pada umumnya, karena penggagas divide et impera ini berhasil hampir di seluruh dunia. Mengapa bisa begitu?

Jawaban yang tepat tidak bisa dibantah ialah karena pengetahuan soal Kontradiksi dalam masyarakat telah lebih dahulu dikuasai oleh pencipta divide et impera ini. Karena itu sangat mulus memanfaatkannya demi tujuan Greed and Powernya. Penggagas brain wash dan mind control itu, atau penggagas divide et impera itu tahu betul dan hafal luar kepala seluk beluk Kontradiksi Utama dan juga seluk beluk berbagai kontradiksi dalam masyarakat di tiap negeri nasional dunia.

Kontradiksi Utama itu ialah perjuangan kepentingan nasional nation-nation dunia KONTRA kepentingan global neolib yang mau merampok SDA dan mengambil alih tiap kekuasaan nation dunia. Kelebihan perampok SDA ini ialah otaknya lebih ‘encer’ untuk survive dalam mencapai tujuannya yang sangat jahat itu.

Kelihaiannya terutama ialah, dia tidak mau langsung mempertentangkan dirinya dengan kekuatan tiap nation, tetapi dia cari atau ciptakan ‘ayam laga’ tersendiri bagi tiap bangsa. Seperti mengulangi lagi, di Indonesia 1965 pakai komunisme dan Islam fanatik.

Dalam Pilpres 2019, tukang laga ini tidak lagi pakai komunisme, tetapi pakai radikalisme agama Islam seperti HTI, FPI, WAHABI, PKS dll. Mereka dilaga atau dipertentangkan dengan ayam laga satunya yaitu KEKUATAN NASIONAL tadi. Dalam prakteknya, di Tahun 2019 ialah ‘ayam laga’ Prabowo kontra ‘ayam laga’ Jokowi.

Sekiranya Prabowo suatu waktu bisa memahami soal ‘ayam laga’ ini, persoalan kontradiksi Pilpres 2019 selesai. Dia bisa kembali ke Indonesia dengan hati besar, dan bersama maju mengalihkan perhatian ke persoalan bangsa yang sesungguhnya, yaitu KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.