Kolom Boen Syafi’i: MAIN HABIB-HABIBAN

Dikira Indonesia ini masih jaman feodal yang harus nunduk-nunduk kepada orang asing bertameng cocoeh nabieh? Ini sudah jaman internet, brow. Yang dulu harum, diagung-agungkan, bisa langsung busuk seketika setelah diunboxing dalemannya. Era transparansi informasi sudah tidak bisa lagi dihadang oleh ancaman pedang dan pemenggalan.Ya, melawan derasnya arus informasi hanya akan membuat si pelawan jungkir balik, dengan segala logika saltonya.Seperti yang saat ini terjadi di negeri ini.

Dulu mungkin saja banyak orang yang mabuk habib, karena terdoktrin benar salah kelakuan si habib, tetap wajib dihormati.

Ah, menggombalkan mukiyo. Dan meminjam perkataan seorang Gus terkenal, yang kayaknya kini lagi ambyarr hatinya yang berkata “tapi, itu duluuuu..” Sekarang trendnya manusia berfikir rasional. Suka mencari tau apa yang dulu mereka tidak ketahui? Trend manusia jadi budak dogma, kian hari kian berkurang jumlahnya.

Dan semua itu karena derasnya arus informasi di era internet, yang saat ini tidak bisa dibendung oleh apa dan siapa.

Bukankah “kewajiban menghormati habib meskipun kelakuannya bejad” adalah kepercayaan yang mengsle di otak? Bagaimana bisa manusia wajib menghormati seorang provokator, maling selangkangan, hanya karena berbasiskan keturunan?

Kemudian, katanya lagi, kalau tidak menghormati si cocoeh nabieh, bakal tidak dimasukkan syurr gahh?

Wah, Tuhan yang nepotisme kayak gini kok yo masih disembah saja? Kalau syarat mutlak masuk surga diharuskan untuk tetap menghormati bejatnya perilaku si cocoeh nabieh, lantas apa bedanya Tuhan dengan si Suharto Orba?

Lagian, surga itu ada beneran atau cuma hasil halusinasi manusia, tidak ada yang tau.

Semua serba abu-abu, karena di YouTube pun tidak ada beritanya. Namun, saya juga sangat berterimakasih dengan perilaku beberapa keturunan Arab yang konslet dengan segala perilaku nyeleneh maupun bejatnya. Dari perilaku merekalah akhirnya manusia jadi berbondong-bondong mengorek kebenaran informasi tentang agamanya sendiri.

Lalu, apa hasilnya? Ada yang semakin relijiyes, dan banyak pula yang membuang dogma Arabnya, kemudian balik lagi kepada filosofis luhur, leluhurnya sendiri.

So, semakin ditinggalkannya agamamu itu bukan karena salah umat agama lain, terlebih mereka yang sering kalian tuduh sebagai agen misionaris, feemasons, balpirik, maupun geliga. Namun, itu semua karena perilaku anak cocoeh nabiehnya sendiri, yang ugal-ugalan, dan sering berperilaku offside di tengah adat dan istiadat keindonesiaan.

“Habib? Hahahaha ups, dulu pernah suka habib? Tapi ketombe dan rambut rontok balik lagi aku sama Paidi saja, rambutku gak ketombean lagi, dan sekarang malah banyak kecoanya pula..” (Iklan sampo mode on..)

Salam Jemblem..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.