Kolom Eko Kuntadhi: MAMAM TUH, LOBSTER!

Potensi benih lobster di lautan Indonesia itu ratusan juta sampai milayaran benih per tahun. Seekor lobster dewasa sekali bertelur bisa menghasilkan 400 ribu benih.Tapi dari semua itu, paling hanya 0,01% yang bisa tumbuh jadi dewasa. Sisanya jadi santapan predator. Jadi …. ….

Kalau ada semilyar benih lobster, mungkin yang berhasil tumbuh dewasa hanya 10 ribu ekor.

Sebelum Bu Susi jadi menteri, nelayan bisa menangkap benih lobster. Diekspor ke Vietnam yang punya industri budidaya lobster. Sayangnya, Indonesia belum punya. Benih lobster dijual nelayan ke pengepul Rp. 7 – 15 ribu/ ekor.

Pengepul menjual lagi ke eksportir. Harga di Vietnam sampai Rp. 100 ribu/ ekor. Sementara lobster dewasa harganya bisa Rp 2 juta/ ekor. Bahkan jenis lobster mutiara bisa menghasilkan Rp 10 juta seekor.

Memamg sih, mengekspor lobster dewasa jauh lebih menguntungkan.Tapi masalahnya nelayan penangkap benih lobster berbeda dengan nelayan lobster. Artinya, keduanya punya kebiasaan berbeda. Benih lobster ngumpul di satu kawasan, sedangkan lobster dewasa ada di kawasan lain.

Jaman Bu Susi, penangkapan benih lobster dilarang. Nelayan marah. Penyelundupan marak. Saat itu 80% benih lobster dunia tetap berasal dari Indonesia. Artinya, meski melarang, negara tetap rugi karena penyelundupan.

Jadi, bukan soal pengambilan benih masalahnya. Menteri Kelautan yang baru ambil kebijakan lain. Membolehkan ekspor dengan kuota. Logikanya, kalau dari 4 milyar benih diambil 1 juta saja (karena dibatasi kuota), mestinya gak banyak menganggu.

Nah, untuk untuk memastikan kuota, ditentukan semacam penitia penilai eksportir benih. Inilah yang jadi biang keroknya. Penentuan siapa yang bisa ekspor, mengundang kongkalikong. Apalagi disinyalir sebagian perusahaan eksportir lobster itu baru saja didirikan.

Sebagian dimiliki oleh orang separtai di Gerindra. Sialnya, selain itu juga ditunjuk satu perusahaan pengiriman benih. Hitungan biaya pengirimannya per ekor benih. Bukan kiloan. Biaya kirim Rp 1.700/ ekor. Perusahaan pengiriman itu memonopoli.

Perusahaan inilah yang dicurigai nyetor ke oranya Menteri KKP. Sebagian duitnya buat belanja-belanji saat Menteri dan stafnya keluar negeri. Beli jam Rolex, tas LV, dan berbahai barang mewah lainnya.

Problemnya emang, sejak dulu Indonesia gak membangun industri budidaya. Sudah tahu bibit lobster kita melimpah kenapa harus ekspor bahan mentah itu ke Vietnam? Kalau Vietnam bisa membangun budidaya lobster kenapa kita gak bisa?

PR inilah yang gak pernah diselesaikan Kementrian. Akibatnya kita selalu ada di dua titik ekstrim. Melarang penangkapan benih lobster tapi bikin marak penyeludupan dan nelayan benih susut pendapatannya. Atau membolehkan penangkapan dengan kuota, akhirnya melahirkan korupsi.

Kebijakan yang ekstrim-ekstriman juga gak menyelesaikan masalah. Sedangkan main kuota-kuotaan, kalau birokratnya korup, akhirnya melahirkan masalah baru.

“Mas, kenapa sih kita gak kembangkan aja budidaya Cupang laut? Ikan cupang lagi ngetren lho,” ujar Abu Kumkum. Emang ada?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.