Oleh: Cahaya br Purba (Jakarta)
Hari Sabtu pagi, bersama teman-teman berolahraga di Padang Golf Halim I. Saat rehat makan siang, restoran full seat, bertepatan tampil keyboard tunggal, saxofone dan biduanita cantik menghibur kami. Biduan mendatangi saya dan mengajak nyanyi.
Saya tolak dan request lagu-lagu daerah Sumatera Utara. Dia tawarkan lagu-lagu Toba, saya menolak dan tanyakan apakah bisa menyanyikan lagu Mbiring Manggis.
Bernyanyilah dia sambil buka teks di tabletnya. Masalah musik dan pengucapan yang kurang pas tidak masalah bagi saya, yang penting lagu Karo sudah berkumandang di tempat ini.
Tatkala sang biduan menyanyi sambil manortor, pusinglah kepalaku. Kukode dia dari meja dengan menunjukkan cara landek Karo. Langsung dirubahnya dan saya diseretnya ke panggung sambil mengatakan: “Ajari saya, Bu…”
Sayapun pun landeklah bersamanya. Di sela-sela nyanyi saya bilang: “Karo itu bukan Batak. Dan salamnya Mejuah juah.” Setelah usai, biduan cuap-cuap lagi.
“Ini lagu dari Karo,” katanya dan mengajak audience berkata Mejuah-juah.
Setelah itu saya langsung kaboor. Ada orang Karo di situ. Takutnya dia malu karena lagu daerahnya dinyanyikan di tempat yang banyak orang asingnya.