Kolom M.U. Ginting: MENCERDASKAN MASYARAKAT

negeri-gugung-1
Foto: KTC (Karo Trekker Community)

 

Politisi Gerindra Ahmad Riza Patria menyampaikan kritik pedasnya atas 2 tahun pemerintahan Jokowi – JK. Katanya, yang seharusnya dilakukan pemimpin adalah M.U. Gintingmencerdaskan masyarakat. “Mencerdaskan masyarakat”, wow …. Tugas mencerdaskan patutnya adalah tugas semua orang Indonesia yang cerdas atau lebih cerdas termasuk yang dirinya lebih cerdas seperti Pak Riza ini hehehe . . .  Indonesia akan maju dan berkembang lebih cepat kalau semua mencerdaskan semua dengan menggunakan semua media yang sudah terbuka luas dan bagi semua pula. 

Tax Amnesty sudah banyak positifnya, kalau yang dari luar belum semua berani masukkan uangnya . . . kan tak ada paksaan. Yang jelas dari Singapura sudah banyak keluhan dari bankir Singa itu karena sudah kekurangan likuiditas karena duitnya masuk ke Indonesia.

Tetapi yang dalam negeri kalau banyak serahkan duitnya,  juga bagus karena itulah juga termasuk tujuan tax amnesty. Kritikan soal pergantian menteri, ada bagusnya kalau memang pergantian itu merugikan. Dalam proses yang sudah berjalan, semua menteri berusaha bikin terobosan, yang belum atau tak mau bikin trobosan dalam membangun negeri ini lewat kementeriannya, menteri inilah yang patut digeser. Yang bikin terobosan patut dipuji, apalagi kalau terobosannya berhasil minimal 80%.

karakter-2
Foto: HERLINA SURBAKTI

Gerindra patut cari menteri atau pejabat mana saja yang tak bikin terobosan untuk negeri ini, catat, kritik, dan suruh pecat kalau terus tak bikin terobosan. Mengapa tak dipakai menteri dari Gerindra kalau memang profesional dan berani bikin terobosan? Ini saya mengingat situasi perubahan di AS yang sudah semakin banyak yang istilahnya indipenden, bukan partisan lagi (terikat partai R atau D). Orang-orang memilih Hillary atau Trump bukan dari partisan partai tetapi orang-orang yang sudah mempelajari dari internet (bukan dari brosur partai) siapa Clinton dan siapa Trump, sehingga mereka memilih bebas dan menetapkan sendiri pilihannya (independen) bukan karena partainya.

Memang terlihat di AS belakangan ini, bahwa fungsi central partai itu R atau D sudah mulai tidak terasa, atau dalam perjalanan akan hilang di AS. Orang-orang bisa dapat informasi soal siapa saja calon, tanpa menunggu dari info atau petunjuk partai, dan pilih sendiri setelah mempelajari sendiri.

Tentu pemikiran ini terlepas dari perkembangan terakhir soal pengetahuan tentang ‘secret government’ atau ‘double government’ AS seperti dikatakan oleh seorang profesor dari Tufts University Michael Glennon bahwa dalam Pilpres AS berlaku: ‘Vote all you want. The secret government won’t change. The people we elect aren’t the ones calling the shots’.

Mengapa kok orang-orang Amerika belum mau memahami kata-kata profesor itu? Padahal, belakangan ini, sudah banyak akademisi yang bikin analisa dan menyebarkannya seperti dalam buku Glennon sendiri bernama National Security and Double Government.

Orang-orang Amerika sudah mulai luntur kepercayaannya terhadap peranan 2 partai itu. Mereka mengambil info dan dasar pegangannya dari pengetahuan internet saja untuk menetapkan siapa yang akan dipilih dalam Pilpres dalam waktu dekat ini. Orang masih belum mau memikirkan bahwa ada ‘secret goverment’ atau double government dibelakang yang mereka pilih nanti.




Di sini berlaku sifat manusiawi, yang saya pikir sangat tipikal juga bagi orang Karo yaitu soal kognitif dissosiasi. Manusia tidak menyukai adanya 2 pilihan yang bertentangan.  

As the experience of dissonance is unpleasant, we are motivated to reduce or eliminate it, and achieve consonance (agreement),” kata seorang psikolog.

Betul memang. Kita selalu mencari keharmonisan dalam jiwa kita, menjauhkan yang bertentangan.

“Ula nggit subuk,  arih ersada,” kata orang Karo,

Apakah ini positif atau negatif atau ada positif dan negatifnya (?), ini soal lain. Tetapi, jiwa kita itu tetap inginkan KEHARMONISAN tanpa KONTRADIKSI. Dari segi lain, ‘kontradiksi adalah tenaga penggerak perubahan dan perkembangan’.

Di AS ada government yang dipilih, ada yang tidak. Dissosiasi kognitif. Rakyat AS belum bikin pilihan dalam soal disosiasi ini, walaupun bikin pilihan dalam soal R atau D bukan menurut partainya tetapi melihat orang-orangnya yang mereka cari kenal sendiri dari internet media sosial, dsb.








Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.