Kolom M.U. Ginting: OTAK ENCER SELAMATKAN INDONESIA DARI PECAH BELAH RUU HIP

Masih tetap menarik memang untuk menulis atau juga membaca soal komunisme. Bahkan juga terasa perlunya mengetahui lebih banyak dan lebih mendalam lagi soal komunisme ini, terutama karena Communism = NWO (Henry Makow). Trump menyebut NWO ini dengan istilah ‘The Global Power Structure’ (‘globalism’). Jadi selama masih ada Globalism atau NWO, selama itu juga masih ada komunisme, masih hidup terus, rencananyapun masih terus.

Kontradiksi Utama Dunia masih terus.

Hebatnya di Indonesia juga sudah dikenal lebih mendalam soal ‘global power’ ini. Seorang akademisi Indonesia dari Universitas Cokroaminoto Yogyakarta bernama Paryanto (Matakita.co) (17/6/2020) menamakan ‘power’ ini dengan istilah ‘the ruler’, kekuasaan tersembunyi yang belakangan menghasut perpecahan (divide et impera) pakai RUU HIP (Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila).

Kejadian ini  bisa dikatakan sebagai fenomena gelombang baru divide et impera di Indonesia. Usaha ini gagal total seperti kita semua sudah saksikan. Zamannya bukan lagi 1965, kesadaran dan pengetahuan publik sudah jauh berubah dan meningkat berkat Internet, informasi dan pengetahuan dari semua untuk semua.

Kalau kita lihat kembali kebelakang pada abad lalu (1965) kita masih di tingkat gambaran situasi ini:

“The idea was that those who direct the overall conspiracy could use the differences in those two so-called ideologies [marxism/ fascism/ socialism/ communism vs democracy/ capitalism] to enable them [the Illuminati] to divide larger and larger portions of the human race into opposing camps so that they could be armed and then brainwashed into fighting and destroying each other.”

Lihat lengkapnya di SINI.

Artikel dengan kutipan di atas menunjukkan ‘divide et impera’ abad lalu. Sekarang, usaha itu dengan memanfaatkan RUU HIP, telah digagalkan total oleh Rakyat Indonesia. Semua kita sudah menyaksikan kegagalan ini. Ini menandakan tingkat kesadaraan bangsa ini sudah jauh meninggalkan tingkat kesadaran 1965.

Ciri-ciri The Global Power Structure atau ‘the ruler’ itu menurut Trump adalah sbb: “Their financial resources are virtually unlimited, their political resources are unlimited, their media resources are unmatched, and most importantly, the depths of their immorality is absolutely unlimited.” (pidato Trump 2016).

Kita perhatikan ‘their financial resources’ yang tidak terbatas itu. Cobalah lihat biaya tinggi ratusan ribu akun Saracen, Cyber Muslim Army, teror Thamrin, teror panci, HTI, Wahabi, 212 Rizieq dll, . . . semua telah berhasil ditumpas oleh aparat keamanan RI bersama dengan rakyat Indonesia yang sudah berkesadaran tinggi.

Apalagi gerakan terakhir dengan memanfaatkan RUU HIP. Kesadaran dengan PENGETAHUAN yang sudah relatif lebih TINGGI adalah jaminan untuk bisa menangkis usaha ‘divide et impera’ abadi dari ‘the ruler’! ADU OTAK dalam GELOMBANG BARU DIVIDE ET IMPERA.

Perempuan Suku Kao (Sumut) sedang makan lepat khas Suku Karo. Foto: www.imgrumweb.com

PDIP yang diatur jadi sasaran utama dalam usaha adu-domba, sudah jauh lebih dewasa dari yang diduga. PDIP ambil jalan hukum soal pembakaran bendera, bukan mau baku hantam fisik karena itu. Kritik terhadap PDIP, kalau ada kekeliruan bukan soal luar biasa.

Kritik dan kesalahan adalah pelajaran dan memajukan. Yang paling penting lagi ialah kewaspadaan adanya usaha adu domba!

Kalau ada satu orang atau satu partai tertentu mau digunakan untuk pecah belah oleh ‘the ruler’ itu, hanya kewaspadaanlah yang perlu ditingkatkan. Seperti dikatakan oleh Pak Paryanto: “The ruler” yang berada di belakang dan mengendalikan otoritas negara, tentu akan berusaha memproduksi “sihir–sihir baru”, kewaspadaan perlu selalu diingkatkan.

Paryanto tambahkan, “saya mengharapkan parlemen kita itu segera beranjak dan belajar menjadi negarawan,” katanya. Artinya Parlemen dan anggota-anggotanya harus bisa menilai secara dewasa maksud-maksud tersembunyi dari ‘the ruler’ itu. Ini soal adu otak tentunya!

Otak siapa yang lebih encer. Otak siapa yang lebih bisa melihat situasi dan memanfaatkan situasi dan orang-orangnya (penduduk), untuk kepentingan apa dan siapa. Otak Parlemen atau otak ‘the ruler’, mana lebih encer.

Ketika Soekarno, otak ‘the ruler’ lebih encer. Soekarno, Parlemennya dan Indonesia jadi korban, SDAnya lenyap tanpa suara, Triliunan dollar dikeruk. Soekarno dan akyat Indonesia kalah dalam adu otak itu.

Ketika ratusan ribu akun pecah belah Saracen, polisi dan pemerintah otaknya lebih encer, Saracen dan Muslim Cyber Army diringkus dan ditumpas. Rizieqpun lari terbirit-birit ke luar negeri. Diapun ikut jadi korban.

Sekarang, ‘divide et impera’ Gelombang Baru, semua bisa membelejeti dan menangkis dengan otak yang lebih encer. Sudah terbukti. ‘The ruler’ dipaksa untuk cari ‘sihir Firaun’ baru. Dipaksa untuk peras otak lagi jika  mau mengalahkan otak Rakyat dan Pemerintah Nasionalis sekarang.

Di era INTERNET, dengan aliran INFORMASI dan PENGETAHUAN (ILMIAH) dari SEMUA untuk SEMUA, tidak bisa lain selain peningkatan terus menerus PENGETAHUAN DASAR dan PENGETAHUAN TINGGI publik dunia, termasuk rakyat Indonesia.

Dasar otak encer rakyat bukan lagi seperti 1965, dimana zaman tanpa internet bikin otak ‘the ruler’ lebih encer. Sekarang perlombaan otak secara adil terjadi. Dulu informasi dan pengetahuan sepihak, hanya untuk pihak ‘the ruler’ itu. 

Mari terus belajar, menambah INFORMASI & PENGETAHUAN supaya tidak kalah adu otak dengan ‘the ruler’. Inilah satu satunya jalan penyelamatan yang efektif demi kemanusiaan dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.