Kolom Panji Asmoro: PENCINTA ALAM DAN PERSAUDARAAN KAUM LANGITAN

Saya nemu foto ini di beranda fb saya yang berasal dari unggahan artikel diĀ kompasiana.com. Di sini saya tidak bermaksud mengkampanyekan seseorang yang ada di foto itu yang kini menjadi Presiden RI atau hendak mengindikasikan arah pilihan saya pada 17 April mendatang karena, bagi saya, itu bersifat pribadi mengenai kepada siapa nantinya saya akan menjatuhkan pilihan.

Saya menyukai foto itu semata teringat nostalgia karena saya juga pencinta alam dan pernah mendaki gunung dalam petualangan pendakian yang tidak terlalu banyak.

Ada 3 gunung di Sumatera yang pernah saya datangi. Pengalaman pertama saya mendaki gunung adalah Gunung Sibayak di Dataran Tinggi Karo (Sumatera Utara) pada tahun 1984. Saat itu, saya masih duduk di bangku Kelas II SMP. Pendakian pertama ini yang membuat saya jatuh cinta pada pegunungan.

Dua pendakian gunung berikutnya berada di Sumatera Barat, yakni Gunung Talang di Kabupaten Solok dan Gunung Singgalang di Bukittinggi.

Rencana pendakian Gunung Talang berakhir gagal. Saya yang pada saat itu duduk di bangku SMA kelas II (1987), disarankan penduduk setempat untuk mengurungkan niat melakukan pendakian.

Saya dan kawan-kawan menerima saran tersebut. Kami menyadari, selain hanya bermodal nekat, plus tanpa pengalaman, tidak ada pemandu yang dapat membimbing kami menjelajahi gunung itu. Apalagi Gunung Talang terkenal rawan dengan kondisi alamnya dan masih banyak terdapat hewan buas seperti harimau. Menempuhnya dengan nekat, itu sama saja kami ingin bunuh diri.

Pendakian terakhir adalah ke Gunung Singgalang. Waktu itu tahun 1992 saya mahasiswa Semester IV di sebuah universitas negeri.

Dari Pekanbaru, saya berangkat berdua dengan senior saya yang cantik menuju Sumatera Barat dan bergabung dengan para pendaki yang berasal dari sana. (Buat kak ‘TD’ yang masih menjadi teman saya di facebook, semoga kakak juga membaca tulisan ini).

Banyak kisah menarik dan tak terlupakan yang akan panjang kalau saya tuliskan di sini. Diantaranya pada waktu itu saya dianggap hilang dan cukup bikin geger para pendaki. Senior saya kak TD nyaris kehabisan air mata karena dia menganggap saya adalah tanggungjawabnya. Upaya pencarian dan evakuasi pun hampir dilakukan. Syukurlah semua akhirnya berjalan lancar dan selamat tanpa hambatan hingga kami turun gunung.

Bagi para pencinta alam tentu tidak asing dengan istilah persaudaraan. Sepanjang yang saya tahu dan saya rasakan, prinsip persaudaraan yang dipegang oleh para pencinta alam adalah benar-benar rasa persaudaraan yang bersifat universal. Artinya tidak ada sekat dalam membangun persaudaraan tanpa melihat latar belakang suku, bangsa, agama, dan bahkan negara.

Tentu tidak hanya di kalangan para pencinta alam saja yang memegang prinsip persaudaraan yang bersifat universal, tetapi berbagai organisasi, misalnya organisasi kemanusiaan dll juga ada yang menjadikan prinsip persaudaraan ini sebagai ‘way of life’ di organisasinya.

Karakter persaudaraan yang universal jelas berbeda dengan bentuk persaudaraan karena sekeyakinan atau sekebangsaan. Persaudaraan yang universal telah melampaui itu dan mampu melihat interaksi manusia secara lebih objektif.

Sebagai contoh ketika melihat seseorang melakukan kesalahan, umpamanya melakukan pelanggaran hukum, maka oleh yang lain akan membiarkan hukum memprosesnya. Demikian juga sebaliknya, ia sepatutnya dibela jika dizalimi.

Persaudaraan yang bersifat universal inilah yang sangat saya harapkan dapat dicontoh oleh pihak yang sering saya istilahkan sebagai kaum langitan.

Pertanyaannya, apa mungkin kaum yang paling (merasa) benar itu mau melakukannya?

Contohnya, apa mungkin kaum langitan mau membela orang-orang LGBT yang hak-hak kemanusiaannya semakin tersingkirkan? Sedangkan Tuhan saja menurut mereka tak ragu membantai LGBT.

Sementara kepada para koruptor di dalam negeri, atau tukang jagal orang di luar negeri sanggup mereka bela jikalau pelakunya itu dianggap orang yang sekeyakinan dan sepaham dengan mereka.

Untuk Bapak yang ada di dokumentasi foto yang kini menjadi Presiden RI, dan juga kepada Bapak yang belakangan saya lihat suka menari-nari, bilamana semesta ‘mempercayakan’ diantara Bapak ada yang terpilih menjadi Presiden RI, maka bangunlah rasa persaudaraan yang bersifat universal kepada bangsa ini sebagaimana rasa persaudaraan yang ada di dalam diri para pencinta alam.

Kita harus jujur melihat bahwa rasa persaudaraan di negeri ini tidak lagi seelok lebih dari satu dasawarsa yang lalu. Jangan sampai Indonesia menjadi ‘Timur Tengah Tenggara’ yang membara karena persaudaraan dibangun berdasarkan sekeyakinan dan sekepahaman. Di luar itu dipandang sebagai musuh yang harus dibinasakan.

Puncak Gunung Sibayak

Jika itu sampai terjadi, maka kelak negara ini tidak akan lagi sanggup berdiri.

Kilas balik sedikit, ada yang sangat saya sayangkan dan membuat saya sedih, yakni dari ketiga pendakian, satu pun tidak ada yang terdokumentasi selain apa yang tersimpan di dalam memori. Dengan tubuh yang semakin menua, tentu kini saya tak sanggup lagi mendaki gunung.

Tetapi berkat kuasa Ilahi, saya masih sanggup memegang dua gunung sekaligus, meski dalam bentuk gunung yang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.