Pengetahuan Penyelamat Kemanusiaan (1)

Penulis (kanan berbaju kotak-kotak) bersama keluarga.



Malem Ukur Ginting

(Gothenburg, Swedia)

 

Banyak sudah kita dengar definisi pengetahuan yang salah satunya paling sering disebutkan ialah  ‘knowledge is power’. Mungkin karena ini yang paling disukai. Artinya, orang-orang  menyukai pengetahuan dan juga menyukai power dan ingin punya power, bahkan sampai ke power tak terbatas ‘absolute power’.

Pada abad-abad lalu, power pada umumnya lebih menggunakan kekuatan fisik dibandingkan kekutan pengetahuan. Absolute Power ini, dari pengalaman yang sudah kita kenal di dunia, tidak membawa kebahagiaan bagi kemanusiaan. Karena itu juga Lord Acton yang hidup pada abad 19 (1834 – 1902) sempat bilang kalau “absolute power corrupts absolutely”.

Contohnya banyak.

Di negeri kita ialah Soeharto, berkuasa selama 3 dekade, atau  Mobutu di Konggo, keduanya power absolut dan korup absolut, sabagai korup politik dan duit. Yang lain seperti di negeri-negeri sosialis/ komunis lalu (Stalin atau Pol Pot), umumnya hanya dalam bidang politik (kekuasaan politik), belum melibatkan atau menggunakan kekuasaan duit seperti yang kita kenal sekarang ‘money is power’ atau sebaliknya ‘power is money’….. atau yang lebih populer lagi ialah dalam istilah ‘Greed and Power’ hinggap di tubuh neolib.

 

Powerful and Powerless

Dalam kehidupan kita sekarang, terlihat sangat jelas bahwa perbedaan tingkat pengetahuan, menunjukkan juga perbedaan dalam tingkat kekuasaan. Di negeri Indonesia ada 2 kekuasaan yang menonjol:

1. Kekuasaan negara (state power) yang sekarang diwakili oleh presiden dan kabinet Jokowi. Kekuasaan ini terbentuk lewat Pilpres demokratis.

2. Kekuasaan lekonomi yang dipraktekkkan oleh penguasa ekonomi. Artinya, kekuasaan yang dimiliki oleh orang punya banyak duit. Besar kecil kekuasaan ekonomi ini tergantung dari berapa banyak uangnya yang dimiliki. Di negeri berkembang seperti Indonesia, kekuasaan ekonomi ini sedikit banyaknya masih banyak saling ketergantungannya dengan kekuasaan politik negara yang terpilih secara demokratis.

Penulis (tengah) saat menerima kunjungan Dubes RI untuk Finlandia (Elias Ginting) di Swedia.

Kekuasaan-kekuasaan lainnya ada di dalam berbagai partai politik dan organisasi. Selebihnya, mayoritas penduduk bisa dikatakan powerless. Powerless yang mayoritas inilah yang sering dimanfaatkan oleh semua power lainnya, seperti dalam Gerakan 411 atau 211. Atau dalam pengalaman sejarah kita, powerless ini dimanfaatkan untuk menteror dan bantai 3 juta orang kiri pada Tahun 1965.

Kekuasaan ekonomi di berbagai negeri terutama negeri berkembang seperti Indonesia, sangat berlainan dengan kekuasaan ekonomi (penguasa ekonomi) di AS yang pada dasarnya sudah berdiri sendiri selama hampir 200 tahun, sama sekali tidak tergantung lagi dari siapa yang terpilih jadi presiden. Power ini pada dasarnya adalah ‘economic power’ atau ‘financial power’. Power ini sudah ada sejak era presiden ke 7 AS.

Ini dikatakan oleh presiden Roosevelt tahun 1933:

“The real truth of the matter is, as you and I know, that a financial element in the large centers has owned the government of the United States since the days of Andrew Jackson.”

(Selengkapnys lihat di SINI)




Dari keterangan Roosevelt jelas bahwa Presiden Obama atau Pemerintahan Obama dimiliki oleh “a financial element in the large centers”. Belakangan ini, banyak juga yang menamakannya the secret government, double government, deep state, shadow government, dsb. The secret governent ini tidak pernah bisa terusik biar siapapun yang terpilih jadi presiden AS.

“Vote all you want. The secret government won’t change. The people we elect aren’t the ones calling the shots,” kata seorang profesor dari Tufts University Michael Glennon.

(Selengkapnya lihat di SINI)

BERSAMBUNG

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.