Kolom Ganggas Yusmoro: PENGORBANAN AHOK UNTUK SAHABATNYA

Hanya di Indonesia ini defenisi nista bisa dipelintir ke sana ke mari.

 

Yang harus dipertanyakan nilai moral adalah, pejabat yang disumpah dengan kitab suci ketika ketahuan maling dan korupsi dianggap sebuah hal biasa. Dianggap lumrah. Padahal, telah menilep uang rakyat. Uang dari memmbayar pajak.

Korban dari defenisi Nista adalah termasuk Ahok.

Seorang yang betul-betul oleh mereka dianggap pesakitan yang tidak boleh diampuni. Yang tidak ada kata maaf, yang dianggap lebih nista dari seorang Gubernur Jambi si Zumi Zola yang juga ikut menghujat Ahok namun ternyata seorang tikus got. Namun karena seiman si tikus got malah dibela.




Ketika seorang Ahok mendapat remisi, mendapat bebas bersyarat namun oleh Ahok ditolak untuk bermohon mendapatkan kebebasan itu, timbul sebuah pertanyaan, ada apa gerangan? Kenapa gerangan? Toh sebuah kebebasan adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh siapapun dia seorang narapidana?

Tentu tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Tentu sebuah keputusan tidak mungkin tidak ada sebab akibat. Dan keputusan luarbiasa seorang Ahok telah membuat banyak orang terperangah. Mendorong banyak orang membuat persepsi dan asumsinya masing masing.

Namun, sebuah asumsi yang membuat tidak habis pikir adalah, kenapa harus berkorban sedemikian besar demi “sahabatnya”?

Yang terbayang adalah, dengan situasi menjelang tahun politik, tentu apapun bisa dan akan dijadikan sumber berita untuk menyerang dan menyudutkan pemerintah yang sedang berkuasa. Lah, lalu apa korelasinya bebas bersyaratnya Ahok dengan “sahabatnya”?

Tidak bisa dipungkiri, Ahok ada kedekatan personal dengan “sahabatnya” itu. Apalagi Ahok baru saja tersandung masalah keluarga, tentu para kuli tinta, ehh …. sebutan kuli tinta itu dulu, sekarang mah serba IT, para wartawan akan menguntit dan mencari tahu segala sesuatu soal kegiatan Ahok dulu, sekarang dan yang akan datang.

Di samping itu, tentu Ahok akan menjadi rebutan para tokoh politik untuk menjadi friendlistnya agar Ahok berada di barisan mereka. Mereka tahu bahwa meski seorang Ahok, meski seorang kafir, Ahok telah menjadi legenda hidup. Menjadi mascot nilai moral bagusan nama Ahok sudah menjadi buah bibir di seluruh Indonesia bahkan dunia. Nama, Ahok bisa mendongkark elektabilitas sekaligus bisa menjadi ujung senjata.

Jika Ahok mengambil kebebasan bersyarat, bisa diyakini arah politik akan semakin tidak menentu. Ahok akan menjadi bola iiar yang teramat sexy untuk selalu dikait-kaitkan dengan sahabatnya. Dan Keputusan Ahok menolak kebebasan bersyarat bisa diyakini sebuah pengorbanan yang dahsyat dan luarbiasa buat sahabatnya. Bangsa dan Negara agar menjelang Tahun Politik Indonesia tidak semakin hiruk pikuk.




Itulah kebesaran hati seorang Ahok. Berani berkorban meski dia harus rela menanti kebebasannya Tahun 2019. Yang harus menahan kerinduan menikmati sebuah kebebasan. Yang harus menanti hari-hari sepi di balik jeruji besi bersama dinginnya malam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.