Pengungsi dari Zona Merah Sinabung Bersikukuh Pulang

B. KurniaB. KURNIA PARGAULAN P. KABANJAHE. Bahaya awan panas dan guguran lava pijar masih mengancam. Namun, korban erupsi Gunung Sinabung bersikeras tetap pulang ke rumah mereka walau berada di Zona Merah alias wilayah berbahaya karena bisa diterpa awan panas yang memastikan. Asalan mereka, telah merasa sangat bosan berada di pengungsian tanpa ada kepastian maupun suatu upaya yang konkrit dari Pemkab Karo dalam mengisi hari-hari yang dilalui selama di lokasi pengungsian sementara yang tersebar di Kabanjahe, Berastagi dan Tongkoh.

Bosan tinggal berlama-lama di Posko Pengungsian warga memilih pulang ke rumah guna memperbaiki rumah yang rusak terkena material Sinabung dan membersihkan lahan pertanian sekaligus melepas kerinduan akan rumah tinggal atau kampung halaman. Mereka rindu bercengkerama dengan anggota-anggota keluarga di rumah sendiri.

Keadaan ini sangat miris. Kampung mereka masuk Zona Merah Radius 3-7 kilometer kawah Sinabung. Selain itu, belum ada rekomendasi dari pemerintah untuk kembali ke desa.

“Kalau bertahan tinggal di posko pengungsian, biaya anak kami sekolah dari mana? Sementara warga sudah biasa kerja dan beraktivitas di ladang untuk menambah kebutuhan keluarga. Lagian, di posko pengungsian hanya makan dan tidur saja. Tak ada aktivitas apapun yang diberikan pemerintah,” ujar Langgu Ginting (68) pengungsi asal Kutarayat (Kecamatan Namanteran) kepada Sora Sirulo [Selasa 17/11] sambil membuka kedainya.

Menurutnya, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari seperti uang jajan dan biaya sekolah anak, darimana datangnya kalau tidak bekerja? Para pengungsi terkesan sinabung 40dibiarkan tanpa kegiatan ini berarti mengajari kami malas. Saat ini belum ada solusi dari pemerintah dalam menangani pengungsi yang sudah berbulan-bulan lamanya tinggal di pengungsian.

“Kami baiknya pulang. Tidak perlu takut awan panas atau abu vulkanik. Jika memang Tuhan inginkan kami mati, dimanapun kematian itu akan datang meski tanpa awan panas,” ujar warga pasrah.

“Rasa bosan pasti ada. Bayangkan saja, setiap hari hanya makan tidur tak ada aktivitas lain yang bisa menambah penghasilan memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau kembali ke kampung bisa berladang sedikit-sedikit dan berjualan. Saya dan istri serta anak sudah  gak tinggal lagi di posko pengungsian,” jelas bapak tiga anak ini.

Hal senada dikatakan pengungsi asal Berastepu (Kecamatan Simpang Empat) yang masuk Zona Merah radius 3 kilometer, MS Tarigan (50). Warga saat ini memilih berdiam di kampung dari pada berlama-lama di pengungsian tanpa suatu kegiatan yang jelas. Tindakan mereka yang kembali ke desa karena mulai jenuh.

“Lagian, kalau memang mau mati gara-gara Sinabung. Kami sudah tak takut lagi. Dari pada hidup di pengungsian, tanpa ada kejelasan yang pasti dari pemerintah,” ujarnya singkat.

sinabung 43Sementara Pjs Desa Kutarayat selaku koordinator posko pengungsian BPPT Jambur Tongkoh khusus warga Desa Kutarayat, Sastrawan Ginting, ketika dihubungi via telepon seluler [Selasa 17/11] membenarkan sebahagian warganya sudah ada yang kembali ke desa.

“Karena tuntutan kebutuhan keluarga sehingga mereka kembali ke desa. Namun, setiap dua hari sekali mereka kembali ke posko. Ada juga yang setiap sore langsung kembali ke posko. Itulah tuntutan ekonomi yang gak bisa kita tahan mereka. Walau begitu, kami pihak pemerintah selalu memberikan arahan agar jangan terlalu berlama-lama di kampung dan selalu waspada. Karena aktifitas Sinabung tak tentu waktunya,” ujarnya.

Pantauan Sora Sirulo di lokasi Kutarayat, aktifitas warga berlangsung normal. Ada yang lalu lalang dengan sepeda motor. Ada juga yang berjualan di kedai kopi. Sedangkan di Berastepu, ada beberapa keluarga yang masih bertahan di rumahnya. Sementara sebahagian rumah warga lainnya tampak terbengkalai terkena debu Sinabung dan sudah tak terurus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.