Kolom Eko Kuntadhi: BUAT EEP — Piknik Kok di Tol?

Tulisan saya kemarin soal usulan Anies meminta sepeda diizinkan masuk tol, direspon Eep Saefullah Fatah. Konsultan politik yang berhasil mengemas kampanye bernuansa SARA untuk memenangkan Anies ini, menjawab beberapa kegundahan saya atas usulan itu. Kata Eep, sepeda masuk tol yang diusulkan Anies itu, akan dilaksanakan dengan menutup sebagian jalan tol lingkar dalam Jakarta.

Jadi, sepedanya gak berbarengam dengan kendaraan lain. Dilaksanakan pada Hari Minggu, Pukul 06.00 sampai 09.00. Mungkin barengan dengan CFD.

Sayangnya Eep gak membahas mengapa Anies mengusulkan kegiatan yang melanggar peraturan. Sudah jelas aturan tertulis menentukan kendaraan jenis apa saja yang bisa berselancar di tol. Hanya roda empat. Sepeda motor, becak, bajaj, gak termasuk. Apalagi sepeda gowes.

Ingat kan, Anies juga pernah mengubah fungsi jalan di Tanah Abang, buat pedagang kakilima. Lalu kebijakan itu digugat warga. Dan pengadilan memenangkan warga karena Anies memang melanggar UU tentang jalan. Kini kebiasaan menentang aturan seperti itu mau dilakukan lagi dengan usulan sepeda masuk tol.

Salah satu alasannya, menurut Eep, agar warga Jakarta bisa melihat pemandangan Jakarta dari atas jalan tol.

Alasan yang lucuk!

Emang orang yang punya sepeda balap yang mahal itu, diasumsikan gak punya mobil? Padahal dengan mobilnya mereka bisa kapan saja naik ke jalan tol, kalau mau lewat sambil liat pemandangan. Atau apa sampai segitu noraknya melihat pemandangan Jakarta harus nunggu kebijakan yang melanggar hukum.

Emang gak bisa mereka naik jembatan penyeberangan buat lihat-lihat pemandangan? Atau naik ke lantai atas mall dan ITC, lalu gelar tiker. Bawa rantang makanan. Makan siang sambil lihat pemandangan Jakarta dari ketinggian.

Bener sih, kata Eep. Mungkin kebijakan ini hanya dikhususkan untuk warga Jakarta yang norak.

Alasan lainnya, pada hari sepeda masuk tol, otomatis tol ditutup buat kendaraan lain. Yang ditutup sebagian ruas saja, di atas Jalan DI Panjaitan. Jadi, sepeda gak akan senggolan sama tronton, seperti yang saya khawatirkan.

Apa Eep gak tahu, jalan tol lingkar dalam itu bentuknya melingkar. Menutup satu ruas, ya sama aja menutup seluruh jalan. Coba bayangin bagi mereka yang mau ke Bandara pagi-pagi. Sudah jalan di bawahnya ada CFD. Eh, jalan tol juga gak bisa dilalui. Terus lewat mana?

Ya, kan tolnya melingkar, jadi muter saja nanti juga sampai Bandara. Artinya banyak kendaraan akan jalan lebih jauh dari yang seharusnya. Akan memgeluarkan emisi lebih banyak.

Sementara kebijakan CFD itu gunanya untuk mengurangi emisi kendaraan. Aneh, kan?

Tapi yang jadi pertanyaan gue sebetulnya, kenapa untuk sebuah kebijakan aneh ini, harus Eep Saefullah Fatah yang jawab. Harus dijawab oleh seorang konsultan politik.

Salah gak, kalau gue mikir, usulan kebijakan itu cuma cara politik untuk sesuatu target yang lebih besar.

Nah, ini yang gue menerka-nerka. Gak salah kan, kalau sekadar menerka-nerka.

Pertama, mungkin saja kebijakan ngaco itu untuk mengalihkan perhatian kita atas data konfirmasi pasien positif Covid-19 di Jakarta yang semakin luar biasa. Artinya mengalihkan kita dari kegagalan Pemda DKI tangani Covid-19 di Jakarta.

Makanya kebijakannya dicari yang paling aneh dan kontroversial. Segala sepedalah, masuk tol.

Ke dua, mungkin juga langkah ini untuk mengukur seberapa besar loyalitas pendukung Anies. Salah satu mengukur loyalitas dengan mengetahui apakah dukungan pada Anies sudah irasional bentuknya. Maksudnya segila apapun kebijakan Anies, akan tetap didukung.

Kalau pendukungnya dipastikan kehilangan akal sehat, artinya tingkat loyalitasnya tinggi. Tapi kalau masih waras, dan mempertanyakan kenapa sepeda bisa masuk tol, artinya dia bukan pendukung loyal. Semakin gak gunakan akal sehatnya, akan semakin loyal juga dukungan terhadap Anies.

Dalam politik, jenis pendukung fanatik ini penting. Wong, gak pakai akal sehat.

Nah, hasil menerka-nerka ini mungkin benar. Mungkin salah. Meskipun, gue masih heran. Kenapa harus Eep yang menjawab kritik atas kebijakan Pemda yang ngaco? Apa hubungannya?

Dengan usulan ini akhirnya seluruh dunia terbelah menjadi dua: yang setuju sepeda masuk tol. Dan yang menolak.

Yang setuju, karena mau melihat pemandangan Jakarta dari atas tol. Karena selama ini gak pernah mencicipi berjalan di tol dengan mobil.

Yang menolak, kayak saya, cuma bisa ketawa. Mau piknik kok, di tol?

“Mas, kenapa gak setiap Minggu Gedung Balaikota dibebaskan buat rakyat. Rakyat bisa naik ke lantai paling atas. Buat piknik,” usul Abu Kumkum.

Dan usulan Kumkum terasa lebih masuk akal…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.