Kolom W. Wisnu Aji: PILKADA DEMAK TERLALU ANGKER BAGI CABUP PEREMPUAN DAN PETAHANA MINIM PRESTASI

Pilkada merupakan hak setiap orang untuk berkontestasi jadi pemimpin lokal, tapi khusus untuk Demak sangat angker untuk calon bupati perempuan dan calon petahana yang dianggap rakyat minim prestasi. Apalagi bila tidak bisa dibanggakan bagi Rakyat Demak.

Sejarah telah mencatat betapa angkernya Demak untuk kontestasi figur perempuan dan figur petahana.

Mungkin ini merupakan wejangan yang diwariskan oleh nenek moyang Orang Demak secara turun temurun bahwa pemimpin perempuan dan pemimpin petahana yang minim prestasi atau tidak ada andilnya bagi Rakyat Demak bakal tumbang pada waktunya.

Pengalaman bercerita ketika dulu Bu Endang dengan kekuatan uangnya bahkan dengan jejaring yang luas. Walaupun harus menggrojok bermilyar milyar untuk membeli suara Rakyat Demak, tapi kalau Rakyat Demak tidak berkehendak, tumbang juga.

Saat itu, para ahli spiritual dan ahli analisis sosiologis Masyarakat Demak sudah mengingatkan jauh-jauh hari jangan terlalu menggebu-gebu menyodorkan pemimpin perempuan sebagai calon. karena ujungnya pasti akan kalah secara menyakitkan.

Cerita sejarah juga mencatat H. Dakirin yang saat itu merupakan calon petahana, tapi Rakyat Demak menganggap prestasinya kagak bisa dibanggakan, tumbang juga. Walaupun saat itu H. Dakirin didukung para Kyai Demak yang berpengaruh, tapi kalau rakyat sudah menginginkan tumbang, pasti akan tumbang pada waktunya.

Begitu juga fenomena Joko Sutanto yang katanya didukung koalisi besar.Tapi karena persepsi rakyat sudah terbentuk bahwa calon petahana prestasinya dalam membenahi Demak bikin ambyaar Demak, rakyat dengan kompak akan menyatakan tumbangkan pasti tumbang juga.

Lebih tragisnya ternyata Joko Sutanto. Dia tumbang sebelum bertanding, efek Dinasti Londo Ireng yang mengalami kepanikan luar biasa melihat realitas anjloknya dukungan pada pasangan Eisti Joss. Nasib yang sama bakalan terjadi pada figur Eistianah sebagai Cabupnya.

Jauh-jauh hari para ahli spiritual dan ahli penerawangan sudah memprediksi sangat berat langkah Eistianah jadi bupati walaupun harus menggojok milyaran demi membeli suara Rakyat Demak. Kayak jaman Endang, pasti ujungnya akan kalah pada waktunya. Ditambah lagi berbagai analisis politik dari para pengamat politik UNDIP bahwa pemimpin perempuan sangat pasti ditolak Rakyat Demak.

Bahkan para kyai sepuh sudah mengeluarkan fatwa bahwa Demak menolak pemimpin perempuan. Semakin berat langkah Eisti Joss yang sekarang ganti pasangan jadi Eisti Alim ketika munculnya sosok Mugi Hebad yang sangat digadang-gadang oleh Rakyat Demak sebagai martir pendobrak perubahan.

Mugiyono yang perjuangannya harus tertatih-tatih ditempa berbagai rintangan membuat simpati rakyat terus membuncah dalam gerilya rakyat menjemput takdir perubahan. Mugi Hebad merupakan simbol pemimpin wong cilik yang siap membawa arah perubahan baru Rakyat Demak.

Pilkada Demak 2020 menjadi penyemangat rakyat sebagai momentum sejarah penting runtuhnya simbol keserakahan yang telah bercokol lama di Demak. Kekuatan “GERILYA RAKYAT MENJEMPUT TAKDIR PERUBAHAN” telah memasuki tahapan penting konsolidasi kerakyatan tumbangnya simbol keserakahan di Demak.

Dengan dibuangnya calon petahana oleh Koalisi Londo Ireng, merupakan martir penyemangat tahapan akhir kemenangan rakyat akan perubahan dengan runtuhnya simbol keserakahan dari Bumi Demak.

Salam waras Mugi Hebad pemimpin peduli wong cilik.

#RakyatBergerakTakBisaDikalahkan

#TumbangkanDinastiDemak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.