Primitif

Terinspirasi oleh Astrea Purba dari Grup FB Jamburta Merga Silima

 

Sria van Muenster-Gtg (Amsterdam)

 

astrea purba 1
Pembuatan alat-alat musik tradisional Karo. Foto: Astrea Purba.

“Banyak orang mengatakan kami ini primitif. Kamikah yang primitif atau mereka itu yang tidak punya budaya?” kata Astrea Purba di Jamburta Merga Silima.

Postingan ini dilengkapi dengan foto pembuatan salah satu alat musik tradisional Karo yang terbuat dari seruas bambu; yaitu keteng-keteng. Terjadilah diskusi.

Menurut Bapak R. Ginting Munte, ketrampilan seperti ini menunjukan kecerdasan dan ketekunan Jepang sebagai negara maju masyarakatnya tetap menghargai dan tetap membuat kerajinan seperti tradisional mereka.

Selanjutnya Pak Munte menguraikan, dahulu Karo adalah produsen. Banyak ahli -ahli pengerajin besi dan tembaga yang hebat, pengerajin perlengkapan rumahtangga, dari kaleng aluminium dan seng. Pengerajin emas dan perak.Pengrajin alat-alat pertanian. Salah seorang pengerajin emas/ perak  yang terkenal itu adalah kebetulan bayak beliau bernama T.  Sebayang.

“Sekarang Karo telah berubah menjadi konsumen karena semua produksi tersebut kini diambilalih oleh massa produk dari pabrik, dengan alsan ekonomis praktis,” katanya.

Saya membenarkan semua apa yang diungkapkan Pak Munthe dan memang demikianlah adanya. Alhasil saya jadi berpikir dan ingat kembai apa yang telah saya lihat dan alami sendiri. Dulu Kalak Karo jarang sekali mempunyai alat-alat rumah tangga yang terbuat dari plastik praktis, tetapi semua dari aluminium atau seng dan juga jenis metal lainnya.

Tiga tahun yang lalu saya kembali ke Karo, saya inginkan sebuah Kudin Gelang-gelang, kudin yang terbuat dari tembaga / kuningan murni. Saya jelalahi ke seluruh Pasar Kabanjahe dan Pasar Berastagi namun hasilnya nihil.  Menurut pengrajin yang masih bertahan, walau masih ada, kudin tersebut hanya akan dibuat atas pesanan dan bahannya benar-benar tidak berkualitas.

Kata “primitif” masih tetap terngiang di telingaku. Kutelusuri semua alat-alat rumah tangga milikku dan apa yang orang Belanda sebut ambachtelijk sesungguhnya adalah pembuatan sebuah produk dengan kualiatas dan secara tradisional serta jelas bukan primitif.

Di laci dapurku ada sendok dari kayu, bambu, dan juga dari pohon kelapa. Bahkan aku punya alu dan lesung dari Thailand yang terbuat dari pangkal pohon aren, kalau tidak salah. Oya, dengan palu dan lesung ini hingga saat ini masih digunakan oleh Bangsa Thailand untuk menumbuk saus cabe, terumata jika mereka ingin membuat Som Tam, Salad Pepaya yang amat terkenal.

Primitifkah orang Thailand jika lesung ini masih tetap hadir di dapur restoran Thailand yang berbintang?

Kembali saya ingat ketika tahun 1998 travel keliling ke Korea Selatan. Orang Korea, walau tidur di hotel berbintang tiga pada saat itu, umumnya masih tidur tanpa kasur, tetapi dilantai beralaskan kayu dan dilapis sejenis selimut yang tebal. Primitif kah mereka?

astrea purba 2
Foto Astrea Purba

Beberapa minggu yang lalu, udara yang cerah memotivasi kita untuk keliling bersepeda di pinggiran Amsterdam. Kami sekeluarga bersepeda keliling Amsterdam Noord, yang mana beberapa desa masih termasuk di gemeente ini. Di sisi kota Amsterdam, kami menemukan orang-orang yang membangun rumah mereka dari sisa-sisa bahan bangunan dan menciptakan alat-alat pemanas, alat-alat dapur dan segala keperluan yang amat sangat jauh dari bahan-bahan canggih. Mereka tidak punya aliran listrik dan pemanas, mereka membakar kayu-kayu sisa bangunan untuk memasak dan juga sekalian penghangat ruangan.

Primitifkah mereka? Nee, di Belanda mereka disebut millieu activist (pencinta lingkungan), kelompok penentang pencemaran lingkungan hidup.

Bangsa China hingga saat ini masih menggunakan yang kita kenal dengan sumpitan, sedangkan kita menggunakan sendok dan garpu warisan Belanda yang diproduksi China. Hingga saat ini kita menikmati santapan sedap masakan Indonesia akan terasa jauh lebih nikmat dengan menggunakan tangan. Apakah kita primitif ?

Kesimpulanku, mengunakan alat-alat tradisional bukanlah primitif, tetapi menghargai siapa dan apa budaya kita sendiri.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.