Diskusi Rencana Pengembangan Pertanian Karo (Bagian 2)

Laporan RIKWAN SINULINGGA (Berastagi)

 

rikwan sinulinggaHermanto Sitepu selaku kepala BPP Kecamatan Dolat Rakyat menjelaskan tujuan dari diskusi ini adalah membahas Rencana Pengembangan Sektor Pertanian, terutama dan sekaligus mempererat kerjasama antara berbagai pihak yang mendukung pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Karo secara umum dan petani Kecamatan Dolat Rakyat khususnya.

“Para petani juga dituntut harus siap menghadapi pasar Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang tinggal selangkah lagi,” ajaknya.

Hal senada diutarakan oleh pengusaha Bibit Murni. Perlu diketahui, beberapa pengusaha pembibitan diataranya Pembibitan Murni, Pembibitan Jingga dan Pembibitan Naga Bonar sudah mencoba mengembangkan bibit baru”. Demikian juga konsultan pertanian swasta seperti Andri Yono dan Wibawa Pandial yang juga sudah memulai mendidik petani baru” dengan memberikan pelatihan-pelatihan dengan sistem semi organik dan multikomoditi.

Semi organic dan multikomoditi sudah mulai digalakkan oleh PPL Kecamatan Dolat Rakyat. Artinya, dengan “bibit baru”, “petani baru” yang juga sudah menghasilkan produk pertanian yang baru seharusnya pasar produk baru kita bukan lagi di pasar tradisional, tetapi sudah layak memasuki pasar modern. Namun, kenyataannya, sampai saat ini produk pertanian dari Dataran Tinggi Karo (Karo Gugung) masih tetap bisa terjual di pasar tradisional.




“Ini menjadi tugas dan PR kita bersama semua pihak-pihak pemerhati pertanian untuk bersama mencari dan memasuki pasar yang sesuai dengan produk pertanian kita saat ini,” terang pengusaha Bibit Murni.

“Komitmen para petani juga sangat dibutuhkan untuk menuju pasar modern,” aldus  pengusaha Pembibitan Jingga.

Kecenderungan kegagalan petani Kabupaten Karo adalah masalah komitmen dan kepercayaan. Misalnya, tanaman kol/ kubis. Para petani sudah berkomitmen dengan pengusaha ekspor bahwa harga hasil panen kol/ kubis akan dihargai Rp 2.000/ kg. Tiba saat panen, harga di pasar tradisional Rp 2.500/ kg, petani akan menjual ke pasar tradisional dan mengabaikan kontrak atau komitmen yang sudah dibuat sebelumnya. Petani akan mau menjual ke pengusaha ekspor jika harga di bawah Rp 2.000/Kg atau di bawahnya, sehingga target para pengusaha ekport tidak terpenuhi.

Ini masalah kepercayaan. Ini harus dijaga sehingga para investor dan pengusaha ekportir sayur-mayur berani masuk ke Dataran Tinggi Karo.

Hal lain yang perlu diketahui dijelaskan oleh Penyuluh Swasta, Andri Yono, bahwa petani harus menjaga kualitas produksi pertaniannya.

“Ingat, bukan kuantitas (jumlah) namun kualitas (mutu) dari sebuah produk yang terstandar ini yang harus diperhatikan,” kata Andri Yono.

Demikian juga pendapat Wibawa Pandia yang sudah berpengalaman dalam memasukkan hasil pertanian ke pasar modern. Menurutnya, petani Karo tidak kalah gigih dari petani daerah Ciwidey-Jawa Barat. Namun, mereka lebih unggul di dalam promosi, pakcaging (kemasan) dan koneksi pasar. Jika kita bicara kualitas (mutu), sayur-mayur dari Taneh Karo tidak kalah daripada sistem semi organik atau organik.

“Namun, promosi, packaging (pengemasan) dan pemasaran kita jauh tertinggal. Untuk itulah kita masih perlu belajar dan bekerjasama dalam memasuki pasar modern tersebut,” paparnya.

BERSAMBUNG




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.