Kolom M.U. Ginting: SANDIWARA VENEZUELA (5)

Krisis ekonomi Venezuela memang sudah berlangsung lebih beberapa tahun, sejak turunnya harga minyak. Turunnya separuh dari harga sebelumnya ketika masih ‘makmur’. Dari harga di atas 110 dolar jadi sekitar 50 dolar per barrel. Biasanya dalam keadaan ‘makmur’ dari minyak, penghasilan alam yang gratis tinggal pompa dan jual. Penguasa/pejabat banyak tidurnya, terlalu enak hidupnya.

Bukan hanya tidur, tetapi juga korupsi meraja lela, termasuk di kalangan senior militer yang sudah dijadikan pejabat sejak era Chavez.

Taktiknya yang sangat penting untuk tetap menguasai militer dan negerinya. Situasi ini mirip dengan Soeharto Indonesia pada jamannya, dimana militer jadi tulang punggungnya. Kebangkrutan Rezim Soeharto 1998 karena pemberontakan rakyat dan mahasiswa serta kebangkrutan ekonomi juga. Di Venezuela, sekitar 2013-2014, akibat turunnya harga minyak itu.

Ditinggalkan Chavez, Maduro sampai sekarang juga belum mampu mengatasi krisis yang sangat payah itu bahkan semakin payah. Inflasi sangat tinggi. Kekurangan segala macam barang produksi, termasuk bahan makanan.

Dalam rangka membantu ekonomi ini, China ‘tanam modal’ 50 miliar dolar di industri minyak Venezuela, dan Rusia sekitar 5 miliar dolar. Dua kenyataan ini tentu jadi pertimbangan serius juga bagi AS atau EU/NWO atau siapa saja mau invasi Venezuela secara militer. Tetapi penanaman modal kedua negeri ini tidaklah jadi persoalan kalaupun Venezuela berubah dari negara ‘sosialis’ ke negara ‘populis kanan’ nasionalis di bawah Guaido misalnya. Sama halnya dengan Indonesia Jokowi yang mempersilahkan membuka investasi modalnya bagi siapa saja di Indonesia.

‘Bantuan kemanusiaan’ dari AS ke Venezuela berupa makanan dan obat-obatan sudah sampai di perbatasan Venezuela-Colombia hari Kamis 7/1 minggu lalu. Convoy kenderaan bantuan ini berhenti di jembatan perbatasan antara kedua negeri itu, karena tidak diperbolehkan masuk ke daerah Venezuela, dijaga ketat oleh militer Venezuela.

Bantuan ini adalah inisiatif AS (Guaido-Trump), sedangkan bantuan EU (organisasi besar NWO di Eropah) baru akan bikin atau buka kantornya (humanitarian office) di Caracas ibu kota Venezuela. Bantuan humanis ini katanya perlu karena tanpa itu akan banyak penduduk mati kelaparan, sakit dsb. Ini berita (propaganda harian) dari pihak Guaido.

Bantuan humanis ini tentu tidak mungkin lepas dari taktik dan strategi pemain sandiwara Venezuela ini. Bantuan ini termasuk ‘alat’ permainan, atau pelengkap permainan dalam sandiwara politik dunia itu. Sebagian media internasional seperti Eurasia Group bilang ini sebagai “lose-lose gambit”, langkah judi bagi Maduro dan Guaido.

Memblokir bantuan akan bikin marah rakyat demo di jalanan (diharapkan akan terjadi begitu oleh Guaido/ Trump) yang berarti akan mendongkrak keuntungan politik Guaido, dan kalau diizinkan masuk, yang katanya perlu amat untuk membantu ‘rakyat yang sedang kelaparan’.

Maduro merasa dirugikan. Alasan Maduro memblokir bantuan itu ialah karena katanya convoy bantuan itu adalah sebagai permulaan invasi militer (AS) mengkudeta dirinya. Dan, katanya lagi, rakyat Venezuela bukan ‘pengemis’. Mereka bersikeras tidak mau dihina dengan cara itu. Jadi konvoi bantuan itu sampai hari ini masih terhenti di perbatasan. Kita nantikan nasib konvoi bantuan ini.

Ketika penasehat keamanan John Bolton tunjukkan gambar 50 ribu pasukan AS sudah mendekati perairan Colombia tetapi dibantah oleh pemerintah Colombia sendiri, seorang pengamat keamanan di Washington bilang: “I think Bolton was just bluffing, but if it happens those troops would be a tripwire, ready to trigger a bigger deployment should there be any incursion from Venezuela,” said Adam Isacson, a security analyst at the Washington Office on Latin America – The Guardian 30/1 2019. Analisa Adam Isacson betul adanya.

Komplikasi yang di luar akal manusia bisa terjadi, walaupun Trump ngomong soal invasi militer sebuah ‘obsi’ sudah terletak dimejanya katanya. Ucapan Trump ada kemiripan ‘bluff’nya dengan Bolton he he he . . . .

Sebuah komet melintasi angkasa Venezuella beberapa hari lalu.

Bahwa sandiwara Venezuela ini merupakan sandiwara percaturan politik dunia yang sedang dalam proses transisi besar, itulah yang bikin lebih menarik. Di bawah syarat KETERBUKAAN internet dan partisipasi publik yang luas, dunia dalam transisi sejarah yang pasti, yaitu revival nasionalisme di seluruh dunia di bawah pengaruh dan pimpinan presiden adidaya AS Donald Trump.

Dari segi lain ialah kebangkrutan yang pasti (juga kepastian sejarah) semua kekuatan lama yang berdominasi abad lalu dan abad-abad sebelumnya yaitu pada abad KETERTUTUPAN, abad mind control dan brainwashing yang memungkinkan kekuatan sosialisme /komunisme + kekuatan neolib internasional NWO mencapai puncaknya atau sudah mencapai puncaknya. Ini sesuai dengan prinsip dialektis teori perubahan dan perkembangan Hegel atas semua peristiwa dan perubahan nyata, termasuk dalam pikiran manusia yaitu ‘tesis-antitesis-syntesis’.

Dan bahwa:

1. Communism = NWO.

2. Communism adalah hoaks terbesar dalam sejarah kemanusiaan.

Di Venezuela, perjuangan kekuatan baru (revival nasionalism) kontra kekuatan lama yang masih berkuasa, tetapi yang akan menghilang dalam perjalanan sejarah (sosialisme, komunisme, neolib NWO).

Dalam tingkat sekarang ini, beberapa obsi masih patut terpikirkan, yaitu kemungkinan kudeta militer, kemungkinan invasi dari luar, kemungkinan pemilihan presiden yang bisa dipastikan Maduro out, kemungkinan kekuatan nasional Amerika Latin memperkuat pengaruhnya di Venezuela seperti negara Colombia, Brazilia dan lainnya + bantuan ekonomi dan semangat nasionalisme negara adi daya AS Trump.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.