Kolom Eko Kuntadhi: SIAPA DIRUGIKAN DENGAN UUCK?

Tahu gak sih, 2030 jumlah penduduk muda kita jumlahnya mencapai puncak? Kita kebagian bonus demografi. Apa yang dibutuhkan saat itu? Lapangan usaha. Baik jadi pekerja maupun jadi pengusaha. Jumlah pengusaha baru harus digenjot. Agar bisa menampung orang yang mau kerja.

Gimana agar pengusaha semakin banyak?

Permudah izinya dan ciptakan iklim berusaha yang kondusif. Nah, UU Cipta Kerja tujuannya untuk itu. Terus, kok banyak yang protes? Ya, wajar. Setiap kebijakan baru pasti ada yang diuntungkan ada juga yang dirugikan. Ini sih, biasa.

Yang diuntungkan adalah masyarakat yang nanti butuh kerja. Juga masyarakat yang mau bikin usaha. Jumlahnya ratusan juta orang.

Siapa yang dirugikan?

Pertama, UUCK ini bakal menghapus gurita perizinan usaha yang mblibet. Memutus rantai birokrasi yang sering menyandera investor. Ada 79 UU yang dianggap menganggu orang berusaha, dibabat. Banyak kewenangan birokrasi yang dipenggal.

Jadi, mereka yang selama ini menikmati untung dari izin usaha yang ribet itu, pasti marah. Para birokrat, kepala daerah yang sering menjadikan perizinan untuk minta duit. ASN-ASN ngehek yang gak peduli dengan kemajuan ekomoni tapi cuma mikirin perutnya sendiri. Merekalah yang marah.

Ke dua, organisasi serikat pekerja yang pelan-pelan dikurangi perannya. Upah minimum ditentukan setingkat propinsi. Kalau tingkat Kebupaten atau Kota sudah ada UM, ya bagus. Kalau belum ada, mengacu pada upah propinsi.

Posisi serikat bukan lagi duduk sebagai penentu, tetapi pihak yang memberi masukan. Ukuran UM bukan lagi standar hidup layak yang semakin hari makin ngaco saja persepsinya. Segala dimasukkan kebutuhan rekreasi dan hal-hal tertier lainnya.

Tapi kini standarnya mengacu pada pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut dan juga inflasi. Standar ini cukup fair bagi pekerja dan pengusaha.

Jadi yang merasa dirugikan adalah serikatnya. Bukan buruhnya. Serikat ngambek mengatasnamakan buruh.

Siapa lagi yang dirugikan?

Dunia sekarang ini berebut memasukkan investasi ke negaranya. Setiap pemerintahan memginginkan duit ditanam di negaranya agar memberi efek kemakmuran. Sementara jumlah duit yang diinvestasikan sedikit.

Akibatnya terjadi persaingan negara-negara berebut menarik perhatian investor.

Indonesia kaya sumber daya alam. Tahun 2030 jumlah tenaga kerjanya melimpah. Sebagai negara jumlah penduduknya besar dan masuk negara berpendapatan menengah. Artinya pasar Indonesia sangat potensial.

Itu saja sudah membuat investor ngiler. Apalagi kalau kemudahan usaha semakin lancar. Kita akan ngebut dari jebakan negara berpendapatan menengah. Kita harus bergerak menjadi negara berpendapatan tinggi.

Nah, negara lain sebel. Mereka khawatir gak dilirik investor. Wong, semua Indonesia memilikinya. Jadi mereka berharap UUCK kita gagal. Agar investasi dunia gak semuanya disedot ke sini.

Ok, kalau yang dirugikan adalah mereka, kenapa yang ngotot demo itu kelompok KAMI, SJW, FPI, dan buruh?

Buruh tadi karena serikatnya merasa dikurangi perannya. Kalau buruhnya sendiri sebetulnya banyak diuntungkan dengan UUCK.

Gimana dengan, SJW yang berada dalam kelompok-kelompok LSM? Kan emang ideologinya anti kemapanan. Anti kapitalisme. Meskipun kalau mau ditelusuri, hidup mereka dari donor asing juga.

Padahal kapitalisme dalam bentuknya yang asli udah gak ada juga. Peran negara semakin signifikan menentukan mekanisme usaha. Negara memprotek mereka yang paling lemah.

Mereka cuma senang saja melawan arus proses peningkatan kesejahteraan karena kesannya keren. Dan sesuai kepentingan pendonor.

Kalau soal persaingan global kita bisa lihat sendiri. Saudi, misalnya, sangat ngilernya dengan investasi asing sampai menggadaikan keyakinannya sendiri. Negara kaku itu kini mulai membolehkan klub malam berdiri di Jeddah atau Riyadh.

Perempuan bisa berbikini di pantai, punya hak suara dalam politik. Gak wajib lagi menutup mukanya di tempat umum. Dan boleh nyetir mobil sendiri.

Dulu mana bisa.

Itu semua karena Saudi mau menarik imvestor tanam duit di negaranya. Karena minyak sudah gak seksi lagi. Cadangannya makin menipis.

Demikian juga dengan China atau Vietnam. Negara kadang menyiapkan lahan yang dibutuhkan investor secara gratis. Tinggal sewa sekian puluh tahun. Siapa yang gak ngiler.

Ada negara yang memberikan fasilitas pajak yang ringan. Bahkan dihapuskan sama sekali. Asal mau buka usaha di sana.

Kita gak sampai gitu-gitu juga kalek. Tapi yang pasti dengan potensi yang kita miliki seperti SDA, jumlah penduduk, dan kelas menengah yang tumbuh. Itu sudah bikin ngiler investor.

Lalu, gimana dengan FPI dan gerombolanya atau KAMI, yang ngotot demo terus?

Kalau mereka, kan kelompok politik penekan. Apa juga akan didemo. Asal bisa memberi tekanan. Kalau perlu sampai kisruh agar tekanannya kuat. Itu saja polanya.

Apa yang mereka lakukan sebetulnya gak ada hubungan langsung dengan konten UUCK. Cuma mau numpang isu saja.

One thought on “Kolom Eko Kuntadhi: SIAPA DIRUGIKAN DENGAN UUCK?

  1. POLARISASI DUNIA

    Kalau apa yang dilakukan oleh FPI, HTI, KAMI, hanya untuk ikut ngacau saja atau bikin demo anarkis, jelas mereka tidak mewakili nation Indonesia dalam perjuangannya untuk kesejahteraan rakyat seluruh negeri. Lantas mereka ini mewakili siapa dalam sikap dan tindakan-tindakan anarkisnya itu? Pastilah kepentingan orang luar. Contohnya seperti 1965, divide et impera . . . sim sallabim . . . SDA dikeruk tanpa suara selama setengah abad dengan triliunan-triliunan dollar mengalir ke luar negeri. Jelas bagi kita apa hasil polarisasi (perpecahan) ketika itu. Polarisasi itu dibuat sebagai politik divide et impera. Orang komunis dan antikomunis diadu domba. Padahal orang komunis dan orang anti-komunis, keduanya dikontrol oleh gerombolan yang itu-itu juga, NWO = Communism, – Henry Makow. Itulah Polarisasi dulu itu.

    Polarisasi sekarang?
    Negeri yang sangat jelas terlihat polarisasinya ialah AS, terutama dengan munculnya Trump sebagai presiden. Sebelum Trump memang ada juga polarisasi, tetapi polarisasi yang disengaja atau diciptakan untuk menutupi polarisasi yang sesungguhnya seperti yang ada sekarang antara kekuatan nasional kontra kekuatan global NWO. Polarisasi tadinya antara partai Demokrat kontra partai Republik. Jelas adalah polarisasi yang dibuat-buat karena kedua partai itu dimiliki dan dikendalikan oleh orang-orang yang sama, orang berduit AS. Keduanya adalah “the party of money”, kata penulis Gore Vidal. Dan kehebatan Trump ya disitu, dia menunjukkan kontradiksi/pertikaian, polarisasi sesungguhnya yaitu perjuangan kepentingan nasional AS KONTRA kepentingan global kaum globalis NWO. Jadi pentolan komunis dan pentolan NWO adalah juga pentolan ‘the party of money’ itu, pentolan kedua partai itu (D dan R). Itulah sebelum Trump.

    Setelah Trump berkuasa, NWO hanya bisa menguasai D. Karena itu Trump bilang kalau Obama dan Clinton adalah pencipta ISIS, teroris, radikalis sebagai alat-alat utama bagi kaum globalis untuk mengacau dan memecah belah divide et impera kaum nasionalis seluruh dunia terutama negeri-negeri kaya minyak (SDA).

    Polarisasi ini sudah meluas juga ke Eropah negeri-negeri UE seperti Brexit. Hongaria, Polandia terang-terangan menentang garis politik globalis/ internasionalis UE. Munculnya partai-partai nasionalis yang disebut partai-partai ‘populis’, ‘konservatif’ menunjukkan kebangkitan polarisasi itu.

    Di Indonesai tentu juga tidak terelakkan arus polarisasi dunia itu. Ini terlihat dari perubahan sikap politik semua partai: mewakili kepentingan nasional bangsa atau mewakili kepentingan global NWO. PDIP tidak bisa lagi dikatakan sebagai partai nasionalis satu-satunya, karena adanya cuma dua pilihan tadi (polarisasi) bagi semua partai yang ada. FPI, KAMI, HTI, WAHABI dsb adalah perwakilan yang disokong dari luar, jadi mewakili ujung lain dari polarisasi itu. Mereka ini tidak mewakili negeri manapun, karena memang kaum globalis tidak punya negeri, tapi mau menguasai dan memerintah semua negeri dunia.

    AS sebelum Trump dipakai sebagai alat penting menaklukkan dunia itu. Biden capres Demokrat masih tetap bercita-cita menghidupkan kembali AS sebagai pemimpin seluruh negara-negara dunia. Dan ini adalah cita-cita kaum globalis NWO/Komunis, bukan cita-cita Biden pribadi atau Demokrat karena Biden maupun Demokrat sekarang adalah alat utama NWO.
    Dengan terpilihnya Demokrat Biden maka AS bisa dipakai lagi sebagai negara adidaya melaksanakan cita-cita globalisme NWO seperti halnya AS sebelum Trump.
    “Trump’s isolationist stance has eroded the position of the United States as a global leader” kata Biden, dan dia akan ‘continue American global leadership in the 21st century’. Sekali lagi ini bukan cita-cita Biden pribadi.
    Partai-partai politik di Indonesia semakin terpolarisasi dalam 2 kepentingan bertentangan tadi. Kalau di AS polarisasi jadi fifti-fifti, di Indonesia terlihat penentang kepentingan nasional semakin mengecil jumlahnya, bukan fifti-fifti seperti di AS Trump. Mayoritas partai-partai politik di Indonesia sudah bersifat nasionalis atau memilih jalan nasionalis dalam POLARISASI bangsa Indonesia.
    Polarisasi Indonesia harus memperkuat Kerjasama nasional seluruh rakyat menentang kekuatan global yang akan lebih kuat kalau Biden Demokrat menang pilpres 3 November 2020 di pilpres AS. Negara adidaya AS akan dimanfaatkan seperti di era Obama. Perang dan Terorisme akan semarak lagi diseluruh dunia. Biden sudah menyatakan cita-citanya untuk mengembalikan negara adi daya AS memimpin dan mengontrol kekuasaan dunia yang katanya selama ini sudah dihilangkan oleh Trump.

    Perjuangan nasional bangsa-bangsa dunia adalah arus sejarah yang tidak bisa dikembalikan. Tetapi bisa terhambat sementara dengan kemenangan Biden. Dan era internet yang sudah hampir selesai menelanjangi semua ‘rahasia’ NWO/Communism juga tidak bisa dikembalikan seperti pada era sebelum internet. Karena itu KEMENANGAN NASIONAL bangsa-bangsa dunia adalah arah dan arus yang sudah pasti walaupun masih harus melalui zigzag berliku dan komplikasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.