Siapa Pejuang Karo yang Layak Pahlawan Nasional? (1)

Oleh : Drs. Sada Arih Sinulingga SH MH

Sada Arih Sinulingga“Siapakah yang layak diangkat menjadi Pahlawan Nasional? Jujur, saya pribadi tidak begitu tahu siapa saja para pejuang Karo dari generasi paling tua, Pak,” demikian pada Juli 2011 sebuah pertanyaan diajukan kepada penulis oleh Abdi Onan Sitepu, seorang mahasiswa yang kuliah di Medan dan saat ini baru saja terpilih sebagai Ketua DPC GMMS Kota Medan.

Pertanyaan yang sama sebenarnya pernah juga diajukan oleh saudara Dananta Barus kepada penulis pada acara Mubes dan Seminar GMMS-SU di Gedung Zentrum PPWG GBKP Kabanjahe tanggal 09 – 10 Juli 2011 lalu.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya, demikian kalimat bijak yang selalu kita dengar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agaknya Onan Abdi Sitepu dan saudara Dananta Barus menaruh perhatian besar atas para pejuang bangsa, terlebih-lebih yang berasal dari Karo.

deli 2
Makam Pahlawan Kabanjahe

Saya yakin, mereka mewakili rakyat Karo lainnya, yang rindu akan adanya pengakuan Pemerintah RI untuk menetapkan tokoh lain setelah Garamata menjadi Pahlawan Nasional. Padahal rakyat Karo sangat terkenal gigih melawan Belanda dan mempertahankan Kemerdekaan RI, terbukti di Indonesia hanya 2 (dua) Makam Pahlawan yaitu di Surabaya dan di Kabanjahe. Selebihnya merupakan Taman Pahlawan.

 

Perang Sunggal

Kolonial Belanda mulai memperluas daerah jajahannya setelah Jawa ke Pulau Sumatera. Di Sumatera Utara, Belanda berkeinginan menguasai perekonomian lewat penguasaan tanah dengan perkebunan. Perkebunan tembakau Deli yang sangat baik kualitasnya dan sangat diminati dalam perdagangannya ke Eropah (Kota Bremen Jerman) adalah bukti bercokolnya Kolonial Belanda di Tanah Deli yang berpenduduk asli orang Karo dan Melayu (disebut Melayu karena telah masuk Islam).

Datuk Sunggal yang bermerga Surbakti (Melayu Karo) tidak dapat menerima keinginan kolonial Belanda yang telah membawa seorang pengusaha perkebunan bernama Cremer (biasa dipanggil Tuan Kebun). Karena daerah yang akan dijadikan deli 1perkebunan ini adalah tanah rakyat yang terdiri dari orang-orang Karo dan Melayu dengan hak-hak istimewa berupa konsensi atau erfach antara 75 – 100 tahun, ternyata mendapat perlawanan penduduk secara fisik terutama di daerah Sunggal Sebernaman.

Perang rakyat Karo/ Melayu melawan kolonial Belanda di wilayah ini cukup panjang yaitu selama 23 tahun, dimulai sejak 1872 hingga 1895. Oleh Belanda perlawanan rakyat Karo/ Melayu ini disebut “Batak Oorlog (Perang Batak)”.

Datuk Sunggal Badiuz Zaman Sri Diraja dan adiknya Datuk Alang menjadi tokoh penting dalam Perang Sunggal ini. Datuk Sunggal yang bermarga Surbakti ini diajak berunding untuk mencari perdamaian akan tetapi ternyata kemudian ditawan lalu dibawa ke Batavia dan dipenjarakan. Kedua bersaudara ini kemudian wafat.

Datuk Badiuz Zaman Sri Diraja dimakamkan di Cianjur (Jawa Barat) dan adiknya Datuk Alang di Banyumas (Jawa Tengah).

Sepeninggal kedua Datuk Sunggal ini, maka perlawanan kepada Belanda dilanjutkan oleh Datuk Kecil, saudaranya yang bungsu. Datuk Kecil juga kemudian dapat ditangkap Belanda pada tanggal 25 Oktober 1895, kemudian dibuang ke Pulau Jawa, maka akhirnya perlawanan rakyat Karo/ Melayu semakin melemah.

Kemudian Kolonial Belanda membawa misionaris dari Belanda, Nederland Zendeling Genootschap (NZG) untuk mengkristenkan penduduk asli. Semua biaya ditanggung oleh Deli Tabak Maschappij yang dipimpin oleh Tuan Cremer. Tujuan Kristenisasi adalah melemahkan sikap permusuhan rakyat kepada kolonial Belanda.

Bersambung

(Klik Bagian 2)


_____________
* Tulisan ini diambil dari berbagai sumber. Disajikan untuk merayakan HUT RI yang ke-66 Tahun.
* Penulis adalah Pengajar di Universitas Quality Kabanjahe dan Kasie Pembinaan dan Pengawasan Kepemudaan di Dinas Kepemudaan dan Olah Raga Pemkab Karo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.