Kolom Asaaro Lahagu: SKENARIO TERBURUK JOKOWI RESPON KEKALAHAN PRABOWO

Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu

Menjelang Pilpres 17 April, semua survei memotret kemenangan Jokowi atas Prabowo. Kecuali satu-dua survei abal-abal yang ngotot memenangkan Prabowo, tetapi itu tak masuk hitungan. Semua survei ternama, terpercaya, teruji, terakurat bahkan sampai survei di luar negeri, memotret kemenangan Jokowi.

Survei paling terakhir yang dikeluarkan oleh CSIS memperlihatkan Jokowi-Ma’ruf menang 51,4%.

Sementara Prabowo-Sandi 33,3% jauh di bawah Jokowi. Berdasarkan wilayah, Jokowi menang di 8 wilayah di Indonesia termasuk pulau Jawa, sementara Prabowo hanya 1 wilayah, yakni di Sumatera.

Saya semakin yakin atas kemenangan Jokowi berdasarkan hasil survei itu. Keyakinan saya bertambah besar jika melihat kembali jejak hasil survei dalam dalam 2 Pilkada dan 1 Pilpres.

Pertama, hasil survei Pilkada DKI Jakarta 2017. Beberapa minggu sebelum Pilkada DKI Jakarta putaran ke dua, hampir semua survei memotret kemenangan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno atas pasangan Ahok-Djarot.

Merespon hasil survei kemenangan Anies-Sandi, publik masih belum yakin akan kemenangan Anies-Sandi sekaligus kekalahan Ahok-Djarot. Publik melihat bahwa masih ada suara silent majority yang akan memenangkan Ahok.

asaaro 5

Faktanya, hasil Pilkada DKI Jakarta, sejalan dengan hasil survei. Anies-Sandiaga menang atas Ahok-Djarot. Tak ada kejutan sama sekali. Anies-Sandi menang 58% berbanding 42% untuk Ahok-Djarot.

Ke dua, hasil survei Pilkada di Sumatera Utara. Beberapa minggu sebelum Pilkada Sumatera Utara (Sumut), mayoritas survei memotret kemenangan Rahmadi-Musa Rajeckshan atas Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus.

Ada memang satu survei yang memotret kemenangan Djarot-Sihar saat itu namun sangat tipis. Survei Indo Barometer memotret keunggulan elektabilitas Djarot-Sihar pada angka 37,8% dibanding Edy-Musa 36,9%. Inilah satu-satunya survei yang mengungguli Djarot-Sihar agas Edy-Musa saat itu. Namun survei-survei yang lain tetap memotret kemenangan Edy-Musa.

Seperti hasil survei yang memotret kemenangan Edy-Musa, hasil perhitungan KPU Sumatera Utara kemudian menghasilkan kemenangan Edy-Musa pada persentase 58% berbanding Djarot-Sihar 42%.

Ketiga, Pilpres 2014 lalu. Hampir semua survei juga merilis kemenangan Jokowi-JK atas Prabowo-Hatta. Walaupun gapnya di bawah dua digit, namun rekapitulasi nasional yang dilakukan KPU menetapkan kemenangan Jokowi-JK pada angka 53% berbanding 46% untuk Prabowo-Hatta.

Dengan melihat perbandingan di 3 perhelatan Pemilu di atas, maka pada Pilpres 2019 ini kemenangan Jokowi atas Prabowo tak terbendung. Apalagi gapnya lebih besar di atas 2 digit. Artinya Jokowi akan berpotensi mencetak sejarah, menang telak atas Prabowo.

Merespon kekalahannya, saya melihat Prabowo sedang mempersiapkan tiga skenario.

putihkan 1

Pertama, Prabowo setuju pendukungnya bergerak dari Masjid, sholat subuh berjamaah, sarapan pagi dan bergerak bersama memutihkan TPS. Kini berubah lagi membirukan TPS. Ia setuju membuat dapur umum dan menjaga TPS hingga proses akhir.

Apa maksud dari skenario pertama Prabowo itu? Ketika pendukungnya terus mengingat wajah Prabowo dan mereka terlalu terbawa emosi, maka ada kemungkinan mereka juga menusuk gambar partainya Gerindra. Setelah massa pendukungnya meluapkan emosi menusuk gambar Prabowo-Sandi, maka tanpa pikir panjang mereka juga akan menusuk partai Gerindra. Prabowo mengharapkan semua pendukungnya terkecoh.

Tembakan Prabowo ada 2 yakni, jika ia menang Pilpres, itu syukur dan sangat spektakuler, namun kalau tidak, tidak apa-apa. Tembakan lain yang diincar Prabowo adalah suara besar untuk Gerindra. Prabowo ingin menebus kekalahannya dengan melambungkan partainya Gerindra.

Bagi Prabowo, harapan memenangi Pilpres semakin tipis. Namun ia mengharapkan partainya Gerindra meraih suara besar minimal meraih posisi nomor dua setelah PDIP. Itu sudah merupakan sebuah kemenangan besar. Semakin banyak Gerindra meraih suara, maka anggota DPR dari partainya semakin banyak. Nantinya Prabowo punya gigi tajam yang bisa bersuara nyaring dari DPR sebagai oposisi.

Kedua, Prabowo mengorbankan PKS-PAN-Demokrat demi Gerinda. Partai pendukung Prabowo sekarang merasa ketar-ketir apakah mereka lolos di Senayan atau tidak. Untuk menghilangkan kekhawatiran itu dan menutupinya Prabowo terus-menerus meyakinkan mereka bahwa Prabowo menang Pilpres. Bahkan ia sudah membocorkan 6 calon menterinya.

“Tanggal 17 April jaga TPS. Tanggal 17 April bawa lontong, ketupat, sarung, bawa tikar kita lebaran di TPS,” ucap Prabowo saat berkampanye di Lapangan Galuh Mas, Karawang, Jawa Barat [Jumat 29/3]. Prabowo yakin, dengan lebaran di TPS, kemenangan di depan mata. Benarkah demikian? Apa sebenarnya maksud Prabowo?

putihkan 3

Ada udang di balik bakso. Ia memacu adrenalin pendukungnya yang golput untuk berbondong-bondong ke TPS. Untuk apa? Untuk memilih dia. Di balik itu ada tujuan lain, yakni agar pendukungnya salah tusuk dan semua memilih Gerindra.

Sekali lagi Prabowo sudah paham ia kalah biar pun segala cara telah ia tempuh termasuk ngehoax, menakut-nakuti masyarakat atau pesimistis alay. Atas kekalahannya itu, Prabowo menginginkan sebuah kompensasi, yakni pilihlah Gerinda.

Ucapan Prabowo lebaran di TPS muncul setelah hasil survei CSIS mengatakan jika banyak Golput, maka yang lebih rugi adalah Prabowo. Mengapa? Karena persentase Golput di Kubu Prabowo lebih tinggi dibanding Jokowi, yakni 18% vs 16%. Jadi yang rugi jika ada Golput adalah Prabowo. Tentu saja berefek pada raihan suara Gerindra. Oleh karena itu, mari lebaran di TPS agar yang Golput tertarik datang.

Ke tiga, untuk meninabobokan partai di koalisinya, mulai sekarang Prabowo mencari alibi. Alibi ini sekaligus untuk menghibur PKS, PAN dan Demokrat yang tidak diuntungkan oleh keegoisan Prabowo yang tidak memilih Cawapres dari partai lainnya tetapi dari partainya sendiri. Apa alibi Prabowo?

“Ada yang mengatakan kepada saya bahwa saya yang menang namun yang dilantik orang lain,” ucap Prabowo beralibi.

Apa maksud dari Prabowo ini? Maksud pertama adalah untuk menghibur Sandiaga Uno yang katanya telah menghabiskan Rp. 1,4 triliun atau sepertiga kekayaannya demi Prabowo. Maksud kedua, untuk menghibur pendukungnya yang sudah mati-matian berkorban untuk kepentingan partainya Gerindra, namun kalah.

Maksud ke tiga, untuk mengingatkan kubu Jokowi agar jangan terlalu mabuk kemenangan jika sudah menang nantinya. Karena jika kubu Jokowi merayakan kemenangan besar-besaran, tentu hal itu sangat menyakiti hati Prabowo dan para pendukungnya.

Lalu apa skenario terburuk Jokowi merespon kekalahan Prabowo? Jokowi akan joget dayung mengikuti alunan lagu Via Vallen seperti di Asian Games 2018 lalu. Jokowi menari bangau dengan isterinya Iriana Jokowi. Jokowi melompat kegirangan bersama cucunya Jan Ethes sambil menyanyikan balonku ada lima.

Skenario terburuk lain adalah menawarkan kepada Prabowo posisi menteri Pencak Silat atau Menteri joget dangdut sambil lepas baju. Alamak!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.