Kolom Joni H. Tarigan: TIGATA — Terobosan GBKP Menyelamatkan Bahtera

Melihat ada pemberitahuan tentang seminar online atau webinar, dan melihat ada nama Mahendra T. Sitepu, secara spontan saya  langsung mendaftar untuk mengikutinya. Webinar ini memiliki tema Bincang Cerdas ( CADAS)- Pengembangan Ekonomi Berbasis Komunitas , dan telah dilaksanakan pada Minggu 18 Oktober 2020 lalu.

Dengan tema seperti ini, dan ada nama Mahendra T. Sitepu, saya sudah membayangkan Pak Mahendra akan memaparkan hal-hal yang berbasis data.

Ia juga tidak  hanya  kuat dengan data, tetapi juga kuat dari sisi filosofis. Konsep omni-market yang dipublikasikan oleh Hermawan Kartajaya , adalah salah satu bukti beliau tidak melupakan sisi kemanusiaan sekalipun ia umumnya menterjemahkan data-data untuk mengambil suatu kesimpulan dan tindakan.

Dengan tema ini juga, awalnya saya mengira webinar ini terbuka untuk umum. Akan tetapi kegiatan ini dikhususkan untuk jemaat GBKP.  Pak Ir. Analgin Ginting yang memoderatori acara ini sangat bersemangat menyapa dan membawa acara ini. Saya sendiri tersenyum karena hanya saya yang mengetahui saya bukan jemaat GBKP, saya adalah seorang Katolik.

Sebagai seorang Katolik, saya merasa sangat bersyukur tidak sengaja mengikuti webinar ini. Saya bahkan sangat kagum dengan apa yang disampaikan oleh pak Mahendra Sitepu, pak Ir. Analgin Ginting, dan juga beberapa gembala GBKP yang ikut bergabung. 

Daerah Perjuman Pancor Erdareh, Desa Bintang Meriah Kecamatan Kutabuluh)

Gembala GBKP dan jemaatnya tidak dapat menutup mata dan berpangku tangan atas fakta bahwa banyak jemaat mereka yang sangat terpukul dengan pandemi Covid-19. Banyak eknomi jemaatnya yang menhadapi kesulitan.

Ahirnya sejak 1 Mei  2020, GBKP, atas pendampingan founder https://paktanidigital.com/, mendirikan aplikasi TIGATA.  Aplikasi ini menjembatani  jemaatnya untuk menjual produk tani dan kebutuhan pokok lainnya. Dengan aplikasi ini diharapkan perputaran eknomi di lingkungan GBKP dapat membantu jemaat menghadapi kesulitan ekonomi yang sedang terjadi.

Inilah yang disebut Pengembangan Ekonomi Berbasis Komunitas. Bahkan dalam webinar ini ada jemaat yang berdomisili di Tigabinanga menyampaikan bahwa mereka berharap dengan TIGATA ini para petani jagung mendapatkan keadilan harga, sehingga mampu menaikkan ekonomi mereka.

Pasar sayur Lau Gendek

Entah bagaimana, kekaguman ini membuat saya teringat kembali cerita keluarga saya di kampung ada beberapa kentang mereka yang sangat rimbun, tetapi mati tiba-tiba. Mate mbur, inilah sebutannya dalam Bahasa Karo. Setelah diperiksa ternyata akar sudah membusuk.

Saya pun membayangkan umat dan komunitas (agama misalnya) sama seperti tumbuhan kentang. Ekonomi umat/ jemaatnya adalah akarnya, sedangkan pohon dan daunnya adalah komunitasnya  (agama).

Mungkin pada saat ini daunnya masih rimbun, tetapi cepat atau lambat pandemic covid-19 ini akan menyerang akar-akarnya, dan pada ahirnya daun dan batangnya pun akan layu, kering, dan mati.  

Tidak ada pilihan bagi daun untuk tetap rimbun, dengan akar yang membusuk. Suatu komunitas pun demikian, keberadaanya pun tidak ada artinya, jika tidak memikirkan urusan eknomi masyarakatnya..

TIGATA memang masih merangkak untuk mampu memperbaiki akar-akar komunitasnya, akan tetapi inilah pelayanan yang sangat menginspirasi dari GBKP.  Melalui TIGATA GBKP memiliki impian untuk:

(1) Membuka lapangan kerja

(2) Meng- Go digitalkan UMKM jemaat agar mulai ber ekspansi ke pasar omni yang menjadi keniscayaan makin ke depannya

(3) Agar potensi ekonomi berputar terlebih dahulu secara intern sehingga komunitas memperoleh manfaat sebesar-besar nya

(4) Mendorong millenial komunitas agar berperan sebagai lokomotif dalam mengembangkan ekonomi digital.

Pangalengan, 21 Oktober 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.