Kolom Eko Kuntadhi: TOM AND JERRY GERUDUK DPR

Tanggal 16 Juli nanti, katanya bakal ada demo. Tuntutannya soal RUU HIP dan soal RUU Ciptakerja. Saya melihat aneh. Pertama RUU HIP itu usulan DPR. Pemerintah sudah memberi jawaban untuk tidak membahasnya. Artinya, ngapain juga didemo lagi?

Sebetulnya isi RUU HIP itu menarik.

Kontennya mengenai penguatan ideologi Pancasila. Semua fraksi sepakat memasukkan TAP MPRS XXV/1966 Sebagai salah satu cantolannya. Ketetapan itu isinya menolak semua ideologi Komunis, Leninisme dan Marxisme. Itu juga yang menjadi konsen Presiden saat menyatakan penundaan pembahasan.

Jadi, soal bangkitnya komunisme yang disuarakan gerombolan khilafah, sama sekali gak beralasan. Ya, namanya juga jualan. Mereka itu apa saja diasong untuk melancarkan tekanan politik pada pemerintah.

Buktinya, pemerintah sudah menolak pembahasan, tetap saja demo. Mungkin karena demo adalah jalan ninjanya.

Ada lagi penolakan pada RUU Ciptakerja. RUU ini semangatnya untuk melakukan deregulasi perizinan usaha. Juga memayungi para pekerja agar bisa beraktivitas berdampingan dengan pengusaha dengan minim konflik.

Tapi soal ini dibakar-bakar dengan argumen yang aneh. Misalnya, RUU ini memang mengatur mengenai pekerja yang dibayar berdasarkan output dan per jam. Tapi ya, aturan itu bukan buat semua buruh.

Kan, banyak pekerja di sektor industri kecil yang dibayar borongan. Ada juga ibu-ibu yang mengisi waktu luangnya untuk bekerja dengan bayaran per jam. Nah, mereka ini yang akan dilindungi. Tapi bukan semua perusahaan akan menerapkan aturan kerja borongan atau jam-jaman.

Bagi buruh yang menjadi karyawan tetap, ya, bayarnya tetap bulanan. Aturan pengupahannya beda. Tapi jangan tutup mata bahwa ada pekerja yang bekerja berdasarkan output atau borongan. Itu perlu diatur. Jangan disamaratakan cara pengaturan upahnya.

Sebetulnya ada yang menarik di sini. Ketika gerombolan khilafah, atau kanan luar, bertemu dengan gerakan buruh yang biasanya dilandasi dengan semangat kiri. Bayangin. Mereka mau menggelar demonstrasi bersama. Minyak dan air disatukan, hanya karena mau menentang kebijakan. Dan alasan kedua gerakan itu juga aneh.

RUU HIP sudah dinyatakan tidak dibahas, tetap didemo. RUU Ciptakerja yang jelas-jelas akan memberi ruang besar bagi terciptanya lapangan pekerjaan, ditentang buruh yang hidupnya bergantung dari tersedianya lapangan kerja. Apa gak lucu?

Soal RUU HIP, saya malas membahasnya. Sama kayak pemerintah. Waktunya gak pas. Dan konten usulan DPR masih banyak yang secara logika hukum melompat-lompat. Jadi, ngapain juga dibahas. Wong, DPR gak akan membahas juga

Sedangkan soal RUU Ciptakerja, saya rasa kita membutuhkannya. Dunia sedang memasuki krisis. Bahkan jika dalam kondisi nornal saja, RUU Ciptakerja sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan lebih cepat. Apalagi saat krisis seperti ini.

Pada dasarnya, aturan dibuat untuk seluruh masyarakat Indonesia. RUU Ciptakerja bukan hanya dibuat bagi orang yang sudah bekerja sekarang seperti kaum buruh. Tetapi yang jauh lebih penting buat mereka yang belum berkesempatan kerja. Buat adik dan anak-anak kita nantinya.

Sebab, konsentrasinya adalah membuka lapangan pekerjaan.

Jad, kalau ditentang dengan logika amburadul, misalnya salah menafsir soal pengupahan dan sebagainya, ya ngaco. Gak ada yang hilang dari hak pekerja. Bahkan hak pekerja borongan juga dipikirkan aturannya.

Jadi yang diprotes apanya?

Protes kayak gitu biasanya masih menggunakan logika lama: Buruh vs pengusaha. Padahal pasca-pendemi dunia berubah. Sistem produksi berubah. Masyarakat berubah. Konflik laten pekerja-pengusaha, sudah gak musim lagi.

Yang ada keduanya bekerjasama menghasilkan produk terbaik. Masing-masing punya daya tawar ekonomis. Bukan daya tawar karena tekanan.

Maksudnya begini. Revolusi digital akan makin membuat orang merdeka atas hidupnya. Juga merdeka dengan keterampilannya. Ikatan pekerja-pengusaha tidak lagi dalam jangka panjang. Orang bekerja kayak panitia: Bgumpul, bikin kegiatan, setelah itu bubar. Mencari kegiatan baru lagi. Begitu seterusnya.

CV anak-anak muda akan makin beragam dengan pengalaman kerja. Mereka melompat dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya. Jaman sekarang jarang ada orang bekerja seumur hidup untuk satu perusahaan.

Nah, kondisi baru ini harus diantisipasi dengan aturan. RUU Ciptakerja melihat aspek perkembangan seperti itu. Hanya mereka yang berpikir Butek yang mau menghambat regulasi yang berniat memangkas keruwetan membuka usaha. Apalagi dengan alasan hak buruh.

Jadi gini. Aksi tanggal 16 Juli itu, aksi yang lucu. Pesertanya dari dua kelompok yang justru secara ideologi bertentangan. Mereka kini disatukan oleh kebencian yang gak jelas.

Sama saja kayak mencampurkan minyak jelantah dan air comberan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.