Kolom Eko Kuntadhi: TUHAN DALAM SEMANGKOK MIE CEKER

Tetiba terlintas di kepalanya, mie ayam ceker yang enak itu. Ia berusaha menghalau pikirannya. Tapi bayangan tentang ceker ayam tidak juga mau hilang. Ada memang sebuah pepatah, semakin kamu berusaha menghilangkan bayangannya dari pikiranmu, semakin jelas juga bayangan itu menghampiri. Kini bukan sekadar ceker di mangkok yang menggodanya.

Juga aroma kuah, dengan vetsin yang lumayan menyengat.

Tidakkah ia ingat pesan ibunya saat kecil dulu. “Vetsin akan membuatmu bodoh,” kata ibunya sekali waktu. Ibunya memang menghindari masak dengan vetsin. Dia lebih suka mencampur garam dan gula untuk menghasilkan efek gurih.

Tapi, ia merasa bodoh bukanlah masalah di jaman sekarang. Orang bodoh juga bisa bermanfaat asal dipergunakan sesuai dengan kebodohannya. Dan di jaman ini, kebodohan adalah kemewahan.

Iya. Setiap orang kini mudah menjadi pintar. Atau merasa pintar. Google menyediakan alat untuk menunjukan kepintaran. Segala informasi meruah. Tinggal copy-paste, lalu Anda sudah berhak merasa pintar.

Tapi merasa bodoh? Sekali lagi itu kemewahan. Mana ada orang yang ngaku bodoh sekarang, meski dia percaya PKI bangkit lagi. Mereka ingin disebut pintar sejarah, modalnya hanya nonton sebuah film propaganda. Sama seperti ustad-ustad karbitan, yang belajar dari Google lalu menggelar pengajian bimbingan masuk surga.

Maka, meski mie ayam ceker itu bertabur vetsin, ia gak terlalu peduli. Kebodohan adalah barang mewah sekarang. Tidak semua orang memilikinya.

Sehabis makan mie ayam nanti, ia berencana membaca dua buku Yuval Harari. Tentang sejarah umat manusia dan manusia masa depan. Agar kebodohannya sedikit berkurang. Agar efek vetsin bisa ditangkis.

Tapi, sebelum lembaran-lembaran Sapien dan Homo Deus dibuka, ia harus menikmati vetsin dulu. Dalam semangkuk mie ceker. Dengan aroma yang biasanya. Di mangkuk itu, kebodohannya dipertaruhkan. Di mangkuk itu, ia ingin terus merasa bodoh.

“Ketika semua orang merasa pintar, orang bodoh justru jadi menarik,” katanya dalam hati.

Ia terus berdoa. Memohon terus dijadikan orang bodoh. Sehingga ia terus menerus menambal pengetahuannya. Sebab, jika ia merasa pintar, ia hanya akan membawa sebuah HP. Lalu mendatangi Google untuk bertanya tentang surga atau neraka.

Orang-orang pintar sering menyangka, Tuhan bisa dicari di Google. Mungkin saja. Tapi ia tidak tertarik pada Tuhan yang ada di Google. Ia lebih suka mencari Tuhan dalam tumoukan mie ceker siang ini.

Sayang. Jakarta sedang PSBB. Restoran Mie ceker tutup.

Dan siang ini ia merasa gagal bertemu tuhannya..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.