Kolom Eko Kuntadhi: USTAD OLI BEKAS

Seorang ustad, berkata bahwa istrinya sudah turun mesin tujuh kali. Maksudnya perempuan itu sudah melahirkan tujuh anaknya. Rasanya ustad itu perlu belajar kelembutan kata kepada Aa Gym. Agar tidak sembarangan ngomong soal perempuan. Apalagi perempuan itu istrinya sendiri. Saya yakin, jika Aa mendengar omongan ini. Sang ustad akan dinasehati. “Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini… ”

Sebagai seorang pendakwah, pilihan kosa kata mewakili pikiranmu.

“Tanggungjawab seorang pria muslim adalah memperlakukan keluarganya dengan baik. Menjaga kehormatannya,” begitu saya ingat nasihat dari Aa.

Istilah turun mesin dalam konteks perempuan melahirkan mungkin biasa dijadikan candaan saat ngobrol di warung kopi pas begadang. Atau obrolan kusir andong ketika menunggu penumpang.

Tapi kalau seorang ustad menyampaikan kata turun mesin sebagai istilah istrinya yang melahirkan. Dan diungkapkan secara terbuka kepada publik. Sebaiknya ustad itu ganti profesi jadi montir.

Seorang montir pasti berpikiran, mobil yang keseringan turun mesin, sudah gak enak lagi dipakai. Onderdilnya sudah bermasalah.

“Pokoknya gak enak dinaikin, dah.”

Solusinya gimana? Cari mobil yang baru! Sepertinya, Ustad itu akan tertunduk dinasehati oleh Aa Gym. Wajahnya lunglai berhadapan dengan seorang kyai besar. Akhlak dan tutur kata lembut Aa Gym membuat dia malu.

“Maaf kan, saya Aa. Saya cuma lelaki biasa. Yang suka dengan mobil baru… “

“Jika kamu anggap perempuan yang melahirkan hanya turun mesin. Sementara kamu dilahirkan oleh seorang perempuan. Apakah kamu ini cuma oli bekas?” sindir Aa.

“Bukan Aa. Saya seorang pendakwah. Bukan oli bekas.”

Mendengar jawaban itu, Aa hanya tersenyum penuh wibawa. Aa tidak marah. Sebab, nasihat hanya bisa masuk jika disampaikan dengan kelembutan.

“Jangan sok, tahu,” bathinnya.

“Terus apa yang harus saya lakukan Aa?”

“Ya, cari mobil baru…”

Toosss! Mereka berdua tersenyum. Berpelukan seperti Teletubbies. Guru dan murid yang saling menasehati dalam kebaikan dan dalam kesabaran.

“Indahnya,” bisik Abu Kumkum. Tak terasa air matanya menetes. Teeesss…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.