Verifikasi Jangan Ancam Kebebasan Pers

 

HEVI S. TARIGAN. MEDAN. Verifikasi yang dilakukan oleh Dewan Pers jangan sampai menimbulkan konsekuensi yang justru bisa mengancam kebebasan pers. Misalnya, tak boleh ada pembatasan liputan atau akses bagi pekerja media yang benar-benar melaksanakan tugas jurnalistik meski perusahaannya belum  terverifikasi  Dewan Pers.

Kebijakan   verifikasi   oleh Dewan Pers dengan alasan aturan serta mekanisme verifikasi   dinilai bermasalah dan berefek samping yang tidak diperhitungkan oleh Dewan Pers.

Pernyataan  di atas  disampaikan  salah seorang  penggiat pers, Amson. Purba yang merupakan pemilik salah satu media harian di kota Medan dengan tegas menolak kebijakan verifikasi oleh Dewan Pers dengan alasan sudah menimbulkan keresahan di kalangan insan  pers.

“Media yang belum lolos verifikasi itu, asalkan benar-benar bekerja sesuai kaidah Kode Etik Jurnalistik, juga harus mendapatkan pembelaan dan tetap dilindungi melalui skema Undang-undang Pers saat menghadapi sengketa pemberitaan,” ujar Amson Purba saat diminta komentarnya [Senin 13/10].

Dia juga menilai pentingnya Dewan Pers merespon desas-desus yang berkembang di masyarakat dan stakeholder pers saat ini yang menyebutkan agar narasumber instansi pemerintah diminta hanya melayani media yang terverifikasi.

Lebih jauh lelaki yang telah lama malang melintang  di dunia jurnalistik menyebutkan di mana Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers pada dasarnya hanya mewajibkan perusahaan pers berbadan hukum Indonesia, namun Dewan Pers  membatasi badan hukum  hanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT).

“Selain itu, perusahaan yang dimaksud Dewan Pers harus memiliki modal paling sedikit Rp 50 juta. Jika hal ini terus dibiarkan akan mengarahkan pada terjadinya korporatisasi pers atau kondisi ketika hanya perusahaan bermodal jumbo saja yang diizinkan menjadi lembaga pers dan akhirnya memonopoli sumber informasi,” paparnya.

Dirinya juga berharap perlu ada perbaikan rumusan soal syarat untuk mendapatan verifikasi Dewan Pers. Pengetatan terhadap syarat-syarat itu memang dimaksudkan untuk memastikan bahwa syarat minimal media untuk bisa beroperasi secara layak, tetap dipenuhi.

“Namun, syarat itu juga jangan sampai menutup peluang bagi tumbuhnya media rintisan (start up), media alternatif, dan media komunitas yang tumbuh belakangan ini,” tukarnya.

Dia menambahkan,  mendukung upaya Dewan Pers dalam memerangi berita hoax. Namun kata dia, mengarahkan publik bahwa media mainstream sebagai sumber kebenaran informasi adalah sikap yang membahayakan demokrasi dan cenderung diskriminatif. Padahal, bukan tidak mungkin, melalui media mainstream itulah penguasa menyelundupkan kepentingannya.

“Saya menghimbau  semua media bekerja profesional sesuai Kode Etik Jurnalistik dan tidak menyalahgunakan kebebasan pers untuk tindak kejahatan seperti memeras dan menyebarkan ujaran kebencian,” tambahnya.

Menyikapi hanya media-media itulah yang boleh dilayani jika meliput di lembaga pemerintah, termasuk TNI dan Polri, dirinya berharap hal itu tidak dilakukan instansi terkait.

“Karena berita ini hoax sesuai pernyataan dewan pers, lembaga pemerintah harus terbuka untuk dikonfirmasi sesuai dengan UU Pers no 40. Jika ada lembaga pemerintah  yang menolak untuk memberikan keterangan  laporkan ke pihak berwajib,” tegas Purba.

Seperti diketahui, sejak Sabtu malam 4 Februari 2019 telah beredar rilis yang mengatasnamakan Dewan Pers dan menyebutkan hanya ada 74 media yang lolos verifikasi Dewan Pers. Di dalamk rilis tersebut disebutkan  hanya media-media itulah yang boleh dilayani jika meliput di lembaga pemerintah, termasuk TNI dan Polri. Rilis juga menyebutkan bahwa hasil verifikasi akan diserahkan kepada pemerintah untuk dibuatkan instruksi untuk pelaksanaan peliputan.




Terkait dengan hal tersebut, Dewan Pers menyatakan bahwa rilis tersebut palsu alias hoax yang kemungkinan besar ditujukan untuk menimbulkan kegaduhan di kalangan media dan wartawan seperti yang dilansir dari dewanpers.or.id [Rabu 9/2]. Hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Verifikasi Perusahaan Pers Dewan Pers, Ratna Komala mengungkapkan Dewan Pers tidak pernah merilis media yang sudah lolos verifikasi.

“Proses verifikasi baru kick off tahun ini dan masih akan terus berlanjut untuk waktu yang tidak ditentukan,” kata Ratna dalam siaran persnya [Senin 6/2].

Menurut Ratna, manfaat dari verifikasi adalah untuk melindungi masyarakat dari berita hoax dan fitnah yang dapat merugikan masyarakat itu sendiri. Untuk melindungi perusahaan pers dan jurnalisnya saat terjadi sengketa pemberitaan.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.