Kolom Eko Kuntadhi: YANG MERUSAK BUKAN ORGANISASINYA — Tapi Ideologinya!

Gini ya, kita sudah tahu, gerakan pengasong khilafah itu tujuannya mau mengganti ideology negara Indonesia. Dengan khilafah. Khilafahnya, menurut mereka, khilafah dunia. Artinya Indonesia sebagai negara mandiri, mau dibuat semacam sekelas kelurahan saja. Kekuasaanya ada di bawah khilafah yang entah ada di mana. Jadi, salah satu langkahnya dengan merebut kekuasaan.

Lu mau negeri ini, dijadiin sekelas kelurahan? Gue sih, ogah.

Bukan cuma gue sama lu yang ogah. Sebagian besar rakyat kita juga ogah. Makanya, gerombolan khilafah ini gak mungkin bisa menjalankan aksinya kalau semuanya baik-baik saja. Mereka gak mungkin bisa merebut kekuasaan lewat mekanisme yang demokratis. Wong, mereka sendiri membenci demokrasi.

Satu-satunya cara untuk merebut kekuasaan ya dengan kudeta. Kudeta hanya bisa terlaksana kalau negeri ini gonjang-ganjing dan terpecah belah. Jadi, kalau kelakuan anggota HTI bikin ribut melulu, karena emang tujuan organisasinya ya, itu. Bikin huru-hara.

Gak salah jika puluhan negara di dunia melarang keberadaan organisasi huru-hara ini. Sebut saja, Turki, Saudi Arabia, Mesir, Tunisia, Rusia, Kanada, Malaysia, dan banyak lagi. Di mana HTI bercokol, yang ada cuma kerusakan.

Makanya gak usah heran kalau kelakuan mereka selalu berusaha menciptakan provokasi. Mereka gak betah ada orang hidup damai. Mereka berusaha memantik kemarahan terus menerus, menciptakan instabilitas. Kalau dibalas, mereka berlindung di balik kata umat atau agama.

Ngaku dipersekusilah. Ngaku diperlakukan tidak adilah. Padahal kelakuannya memercik konflik terus menerus.

Artinya gini, hanya dengan suasana kacau mereka punya peluang merebut kekuasaan. Dan, karena itu, lu pikir mereka mau menjaga perdamaian? Ya, gak mungkin dong.

Gaya gerombolan khilafah memercik kekacauan gampang ditebak. Usik kelompok-kelompok besar. Provokasi terus menerus. Bangkitkan emosinya. Nanti, jika ada yang bereaksi, lihat arah angin. Jika memungkinkan percikannya dikipas untuk dibesarkan, langsung kipas. Jika ternyata arah angin gak berpihak padanya, ya tinggal siapkan materai.

Makanya jangan heran jika berkali-kali gerombolan ini selalu mengusik tokoh-tokoh NU. Mereka tahu, kalau seorang kyai NU yang dihormati diusik, para santrinya akan meradang.

Suasana itu terjadi di Pasuruan. Saat seorang aktifis pengasong khilafah benama Abdul Halim dan Zainullah, membuat status Facebbok yang menghina Habib Lutfi bin Yahya. Kita tahu, Habib Lutfi adalah tokoh NU yang ke mana-mana selalu mengobarkan semangat cinta Tanah Air.

Ia dihormati anak-anak muda NU. Beliau panutan para anggota Banser. Saat dihinakan oleh pengasong khilafah tentu saja

Banser meradang.

Akibatnya, Banser mendatangi Halim. Mengorek keterangan darinya. Menanyakan apa maksud statusnya di FB itu. Korek punya korek, akhirnya diketahui bahwa gerombolan pengasong khilafah sering berkumpul di sebuah yayasan pendidikan Alhamidy Al Islamiyah, milik Zainullah.

Banser mendatangi lokasinya. Ditemukan foto penghinaan pada gambar Presiden Jokowi yang dicoret-coret. Bendera-bendera HTI. Serta diketahui lembaga pendidikan itu mengindoktrinasi siswanya dengan ajaran khilafah yang membahayakan ideology Indonesia.

Seperti biasa, saat didatangi Banser, Halim dan Zainullah memasang muka memelas. Mereka menggunakan pakaian dengan simbolisasi ustad. Kesan yang mau dibangun, Banser mempersekusi ustad. Padahal merekalah yang dengan tanpa adab menghina Habib Lutfi bin Yahya.

Sialnya, pancingan gerombolan khilafah ini dimakan oleh MUI. Bahkan dalam debat di TVone, Wakil Sekjen Najamuddin Ramli menuding Banser tidak beradab karena memperkusi ustad. Inilah MUI, yang Cuma melihat dari simbol-simbol saja. Kalau orang sudah jenggotan dan pakai baju koko, langsung dianggap ustad. Padahal kerjanya hanya membuat kericuhan.

MUI kayaknya lupa, Tengku Zulkarnaen yang memalsukan informasi soal pendidikannya sampai sekarang malah asyik saja bebas. Cuitannya yang penuh provokasi dibiarkan saja. Gak ada tuh, MUI bicara adab kepada Tengku Zulkarnaen.

Emang gerakan gerombolan khilafah ini sangat berbahaya. Mereka punya ideology tujuannya merebut kekuasaan dengan cara kudeta. Cara menciptakan kudeta dengan terlebih dahulu menciptakan konflik social di masyarakat.

Makanya mereka ke mana-mana menggunakan bendera hitam bertuliskan kalimat syahadat. Jika ada yang protes pada gerakan mereka mengasong-ngasong bendera hitam, mereka berlindung di balik kata bendera tauhid.

Seolah, tauhid itu ditandai dengan selembar bendera. Dan itu adalah bendera HTI.

Bukan hanya itu, mereka mensisipkan orang-orangnya di berbagai lembaga untuk mendukung tujuannya. Bahkan ada lembaga khusus yang dibentuk Hizbut Tahrir untuk menyusup di kalangan militer. Targetnya untuk menciptakan kudeta militer.

Sudah banyak pelajaran dunia mengenai peran HTI ini. Saat terjadi konflik Arab Israel, Hizbut Tahrir memanfaatkan suasana itu untuk menyusup ke militer Irak dan Suriah lalu mereka melakukan kudeta pada 1967. Pada 1969 Hizbut Tahrir juga mencoba melakukan kudeta di Yordania. Pada 1974 giliran Mesir yang digoyang kudeta Hizbut Tahrir.

Terakhir pada 2011, di Pakistan, Brigadhir Khan yang merupakan pentolan Hizbut Tahrir mengancam akan merebut kekuasaan di Pakistan. Untung saja tentara Pakistan berhasil menumpas kekuatan Brigadier Khan sampai ke akar-akarnya.

Coba perhatiin deh. Di banyak negara, kehadiran organisasi seperti Hizbut Tahrir ini tujuannya memang merebut kekusaan dengan kudeta. Lalu mengubah dasar negaranya. Jadi kalau ideology khilafah masih dibiarkan berkecambah di Indonesia, kita tinggal tunggu saja, kapan mereka akan berulah membuat pertumpahan darah.

Jadi, langkah Banser di Pasuruan atau langkah semua orang yang berusaha menghentikan kegiatan gerombolan ini menurut gue, sangat penting. Iya, emang, sebagai organisasi HTI sudah terlarang. Persis kayak PKI. Din Syamsuddin, yang kini jadi tokoh KAMI, juga pernah didapuk jadi pembicara utama di hadapan anggota HTI di Stasion Utama Senayan dalam pertemuan nasional Khilafah.

Din berada di tengah-tengah gerombolan yang mau mengubah ideology Indonesia. Iya, organisasinya dilarang. Tapi ternyata itu gak cukup.

Gerombolan ini terus bergerak memprovokasi dan mempropagandakan khilafah. Kalau perhatiin Twitter, gue sering banget lihat ada tagar #RinduKhilafah#KhilafahAdalahJalan, dan sebagainya. Kemarin mereka baru saja membuat sebuah film kayak documenter Jejak Khilafah, yang isinya pemalsuan data sejarah. Bagi gerombolan itu, membuat hoax gak masalah. Asal bisa menghancurkan Indonesia.

Sebetulnya, apa yang dilakukan Banser di Pasuruan yang mendatangi tokoh-tokoh gerombolan dan meminta mereka menghentikan kegiatan provokatifnya itu, bukan hanya membela seorang ulama kharismatik seperti Habib Lutfi bin Yahya. Tapi sesungguhnya Banser sedang menjaga sebuah wadah dan spirit yang namanya Indonesia.

Mestinya menjaga Indonesia bukan hanya kewajiban Banser. Tapi juga menjadi kewajiban kita semua. Gak tahu, deh. Apa Felix Siaw dan Tengku Wisnu merasa punya kewajiban yang sama dengan kita?

“Mas, kalau Tengku Zul, kewajibanya apa?”

Mbuhhh…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.