Kolom Acha Wahyudi: YES, YES …. SO AGREE WITH YOU, SIR!

Orang beragama yang baik tidak menganggap terlalu serius agama mereka. Contoh, beberapa penulis tafsir Al-Qur’an, manusia-manusia baik itu telah melembutkan ayat-ayat perang, ayat-ayat unfair anti nalar, dengan penjelasan yang pada dasarnya banyak melenceng dari arti sebenarnya yang jelas-jelas tertulis tegas dalam kitab yang dianggap suci itu.

Kalau sudah mentok acapkali mereka memakai kata sakti lihat “Asbabun Nuzulnya”, asal usul mengapa dan dalam kondisi apa ayat itu diturunkan atau juga pakai tehnik ‘Logical Fallacy’ alias Cocokologi.

Keanehan ayat-ayat yang sudah out of date yang diturunkan melalui perantara alias calo itu, digubah dengan kata-kata manis oleh para penafsir tersebut, but wait… itu juga berarti merubah arti dari ayat yang sebenarnya lho.

Coba kita baca Al Anfal ayat 12 ini:

إِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ

(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.

Di beberapa penerjemahan, ada yang merubah kata ‘penggal’ menjadi ‘pukul’. Baiklah, katakan saja itu lebih lembut yaitu kata ‘pukul’. Tuhan seperti apa yang memerintahkan suatu kaum, untuk memukul (apalagi memenggal) kaum lainnya yang dicap kafir? Atas dasar apa, Tuhan menggolongkan suatu kaum beriman atau kafir?

Apa pula yang menjadi dasar orang Islam dianggap beriman? Karena telah melakukan apa? Sholat kah? Puasa kah? Berbuat baik kah? Sebagian besar Yahudi dan Nasrani saat itu dan sampai saat ini pun melakukan hal yang sama.

Melepaskan sesuatu yang dimasukkan ke dalam prefrontal cortex kita, bahkan sejak kita masih pakai popok, tentu adalah sesuatu yang menyakitkan. Beberapa dari kita bahkan sanggup menukar realitas, apa yang dianugrahkan semesta saat ini, demi imaginasi dan syahwat kehidupan setelah mati yang ditawarkan oleh agama-agama ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.