Kolom Muhammad Nurdin: DARI LOMBOK KITA BELAJAR BERBAGI

Lombok kembali berduka. Lagi-lagi musibah datang dengan tidak disangka-sangka. Tidak diduga-duga. Bahkan, kali ini, lebih dahsyat dari sebelumnya. Seluruh negeri bersedih. Menyampaikan simpati yang paling lirih. Memperlihatkan belasungkawa juga keprihatinan yang paling dalam di hati.

Rasa-rasanya, menjadi korban di sana seperti manusia tanpa asa. Semangat mereka hancur seiiring hancurnya semua yang telah mereka bangun. Mereka merasa seperti makhluk paling sial. Wajar, jika duka, isak tangis dan air mata bercampur baur, membuncah menjadi rasa sakit yang luar biasa.

Seibarat satu tubuh, luka di Lombok terasa juga di tempat-tempat lain. Kepedihan mereka terasa nyata, menyayat-nyayat nurani para anak bangsa yang tak tega rintihan dan deraian air mata menganak sungai layaknya Segara Anak yang tak pernah kering.

Tak butuh waktu lama. Yayasan-yayasan amal bergerak. Mulai dari yang kecil-kecil, sampai yang besar-besar. Mulai dari yang menjaring para dermawan di jalan-jalan, sampai yang lewat media, tivi dan online.

Semua tergerak dengan satu tujuan, kemanusiaan. Sebab kemanusiaanlah, yang membuat kita lupa dengan perbedaan yang sekarang-sekarang ini mulai diruncingkan. Terserahlah dengan orang-orang dungu yang masih mengasong politik di atas penderitaan korban. Mereka hanyalah manusia-manusia nihil nurani. Lupakan saja mereka.

Beberapa ikatan mahasiswa mulai menyalurkan bantuan. Diikuti Polri. Lalu Pelni tak mau ketinggalan. Apalagi DKI dengan APBD terbesar. Tivi-tivi swasta pun ikut meramaikan. Dan, pastinya, Pemerintah Pusat mempunyai beban moral untuk membangun kembali Lombok.

Sadar atau tidak. Lombok telah memberikan sebuah pesan agung untuk seluruh anak negeri: BERSATULAH. Sebab persatuanlah yang membuat kita kuat. Sebab persatuanlah yang membuat kita saling bersimpati. Sebab persatuanlah terlahir pepatah: “Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.” Persatuanlah yang kini dibutuhkan bangsa ini. Sebab, menjelang 2019, gerakan untuk memecah belah bangsa kita lihat memenuhi ruang-ruang media sosial.

Isu SARA dibangun. Kebencian diternakkan. Sentimen agama terus dibakar. Lihat saja, bagaimana Lombok yang tengah bersedih. Di saat orang-orang banting-tulang bahu-membahu menolong, segerombolan orang memanfaatkannya untuk kepentingan politik.

Musibah di Lombok, mungkin kado dari Yang Maha Kuasa menjelang Hari Kemerdekaan, supaya kita merenungkan bahwa persatuan di bawah NKRI merupakan harga mati. Sebuah renungan untuk kita agar banyak-banyak berdamai dengan sesama. Apapun agamanya, sukunya, bahasanya, warna kulitnya, jenis rambutnya, bahkan pilihan politiknya.

Untuk apalagi kita berlelah-lelahan mencari perbedaan yang sebenarnya tak bisa kita hindari. Ketimbang itu, marilah kita mulai menerima setiap perbedaan yang ada. Mulai membangun negeri ini semata-mata agar terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.