Meletak Sirih di Tempat Kecelakaan (Tradisi Karo Yang Tetap Hidup)

SADA ARIH 5SADA ARIH SINULINGGA. SIOSAR. Beberapa hari lalu [Senin 1/2], terjadi kecelakaan di jalan menuju Relokasi Pengungsi Sinabung di Siosar. 15 pelajar SD ikut terjatuh ke dasar jurang bersama truk yang mereka tompangi dari sekolah mereka di Kuta Mbelin. Seorang diantaranya, Chairunuisa beru Ginting, meninggal dunia. Chairunisa adalah putri seorang ustad Sulaeiman Ginting.

Tentu kejadian ini sangat menaruh pilu bagi para orangtua mereka dan kita semuanya ikut merasakan bagaimana kesedihannya. Setelah bertahun-tahun hidup seadanya di pengungsian dan baru saja mereka ditempatkan di relokasi Siosar, seakan memberi harapan baru buat mereka yang berasal dari kaki Sinabung; Bakerah, Simacem dan Suka Meriah. Kampung-kampung ini sudah tidak layak lagi dihuni.

Kecelakaan ini tentu tidak ada yang menginginkannya.

Sore tadi [Jumat 5/2: sekitar 16.00 wib], Sora Sirulo berkesempatan menuju Siosar melihat langsung lokasi kecelakaan tersebut. Di sana terlihat peletakan beberapa helai daun sirih (belo cawir) diselipkan di beberapa ranting kecil dengan di belah ujungnya. cibalen 2Ada juga beberapa batang rokok disertai beberapa tumpukan pakaian terbungkus yang merupakan pakaian seragam anak-anak sekolah yang terkena kecelakaan tersebut.

Tradisi seperti ini merupakan sebuah kebiasaan yang sering sekali ditemukan di lokasi kecelakaan yang maknanya dalam kepercayaan Suku Karo bahwa, dengan meletakkan sirih, rokok dan pakaian sikorban, kecelakaan dapat segera menyembuhkan sikorban dari penyakit dan rasa takutnya (trauma) dikemudian hari.

Dasar dari kepercayaan ini adalah bahwa jasmani dan rohani adalah dua bagian yang harus tetap menyatu. Oleh karena telah terjadi kecelakaan yang menimpai anak-anak sekolah ini, diharapkan rohani mereka bisa kembali kepada jasmaninya. Dengan demikian mereka bisa sehat secepatnya dan tidak ada lagi rasa takut kemudian.

Ada yang mengartikan cara ini sebagai cara buang sial agar tidak terjadi lagi kejadian serupa di tempat itu baik kepada sikorban atau orang lain. Ada juga yang mengartikan sebagai permintaan maaf (persentabin) kepada penunggu (kermat) tempat itu sekaligus memberi sesuatu agar korban lainnya cepat sembuh.




Selain cara tersebut ada juga melakukannya lebih lebih lengkap lagi dengan melepaskan ayam putih, meletakkan kelapa muda, meletakkan cimpa mbun mbunen sebagai perselihi (perpisahan antara penunggu tempat itu dengan roh korban), pada sebuah tempat dibuatkan altar (anjab) kira-kira setinggi 1 Meter dipasang pula sekelilingnya janur kuning.

Karena ini merupakan tradisi yang telah ada sejak dahulu maka kepercayaan seperti ini masih sering dilakukan oleh Suku Karo.

Sebagai tambahan, bila anda sedang berwisata ke Taneh Karo dan kebetulan melihat di tepi jalan ada altar sesajen yang bentulnya mirip lamak di Bali, itulah sesajen untuk ritual memanggil jiwa (tendi) korban kecelakaan lalulintas agar si korban pulih dari kondisi kehilangan jiwa yang di dalam ilmu kedokteran jiwa (Psikiatri) biasa disebut traumatic.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.